Ponsel Direndam Tak Bisa Disadap? Ini Kata Ahli di Sidang Hasto

Admin

27/05/2025

3
Min Read

On This Post

Liputanku, Jakarta – Bob Hardian Syahbuddin, seorang pengajar dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI), memberikan kesaksian ahli dalam persidangan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku, serta perkara perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.

Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum mengajukan pertanyaan mengenai konsekuensi dari perendaman ponsel ke dalam air. Pertanyaan ini diajukan merujuk pada dakwaan yang menyebutkan bahwa Hasto menginstruksikan Harun Masiku untuk merendam ponselnya sebagai upaya menghindari Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Sebagai seorang ahli di bidang komputer dan teknologi informasi, apakah terdapat perbedaan signifikan antara mematikan perangkat dengan menenggelamkannya ke dalam air? Apa implikasinya?,” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada hari Senin (26/5/2025).

Menanggapi pertanyaan tersebut, ahli komputer dari UI ini menjelaskan, “Jika perangkat sudah dimatikan, maka tidak ada lagi interaksi dengan Base Transceiver Station (BTS). Dengan demikian, *Call Data Record* (CDR) terakhir akan mencatat data koneksi terakhir perangkat ke BTS. Setelah perangkat dimatikan, tidak akan ada lagi data seluler yang direkam.”

Jaksa kemudian memperjelas pertanyaannya, ingin mengetahui apakah ada efek tambahan dari perendaman ponsel, ataukah hasilnya identik dengan mematikan ponsel secara manual.

“Seharusnya tidak ada perbedaan yang berarti,” jawab Bob dengan singkat.

“Jadi, setelah direndam, posisi perangkat tidak dapat dilacak lagi?,” tanya jaksa, memastikan.

“Benar,” jawab Bob, mengiyakan.

Dalam perkara ini, Hasto didakwa telah melakukan tindakan menghalangi atau merintangi penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka, dalam kurun waktu antara 2019 hingga 2024.

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan tersebut dituduh menghambat proses penyidikan dengan memberikan perintah kepada Harun, melalui perantara Nur Hasan (penjaga Rumah Aspirasi), untuk merendam telepon seluler milik Harun setelah operasi penangkapan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan, yang kala itu menjabat sebagai anggota KPU periode 2017-2022.

Selain ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga diduga telah menginstruksikan ajudannya, Kusnadi, untuk turut menenggelamkan telepon genggam sebagai langkah antisipatif terhadap upaya paksa dari penyidik KPK.

Tidak hanya terkait upaya menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah (seorang advokat); Saeful Bahri (mantan narapidana dalam kasus Harun Masiku); dan Harun Masiku sendiri, memberikan sejumlah uang senilai 57.350 dolar Singapura, atau setara dengan Rp600 juta, kepada Wahyu Setiawan dalam rentang waktu 2019-2020.

Dana tersebut disinyalir diberikan dengan maksud agar Wahyu berupaya mempengaruhi KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Akibat perbuatannya, Hasto berpotensi menghadapi hukuman pidana yang tercantum dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.