Para pembaca Liputanku tentu familiar dengan font Times New Roman, bukan? Font ini kerap dijumpai di Microsoft Office atau berbagai perangkat lunak lainnya, mulai dari Adobe Family hingga Capcut. Namun, tahukah Anda bagaimana sejarah font yang ikonik ini?
Mungkin sebagian dari Anda akan terkejut ketika mengetahui bahwa sejarah Times New Roman bermula dari sebuah kritik pedas. Ya, berawal dari kritikan, jenis huruf klasik ini kemudian menjelma menjadi salah satu yang terpopuler hingga saat ini.
Mari kita telusuri jejak sejarahnya ke era 1930-an, saat Times New Roman pertama kali diperkenalkan kepada publik. Debutnya terjadi di surat kabar ternama London, The Times, yang menjadi tempat kelahirannya.
Stanley Morison, seorang konsultan tipografi dari Monotype Corporation, berpendapat bahwa font yang digunakan oleh The Times terkesan ketinggalan zaman. Menurutnya, surat kabar tersebut tidak mengikuti perkembangan tren tipografi modern.
Alih-alih merasa tersinggung, The Times justru menerima kritik tersebut dengan lapang dada dan meminta Morison untuk menciptakan font baru yang lebih unggul dari yang mereka gunakan saat itu. Pada tahun 1931, proyek ambisius ini dimulai, dengan Morison menggandeng seorang juru gambar berbakat bernama Victor Lardent.
Keduanya mulai merancang konsep dengan fokus utama pada dua aspek krusial, yaitu efisiensi dan keterbacaan. Efisiensi di sini merujuk pada upaya memaksimalkan jumlah huruf yang dapat dimuat dalam satu baris pada sebuah halaman.
Dalam hal ini, Morison sangat menekankan pentingnya efisiensi. Ia menginginkan agar setiap percetakan yang menggunakan font ciptaannya dapat beroperasi secara ekonomis. Namun, di sisi lain, ia tidak ingin mengorbankan aspek fungsionalitas huruf, sehingga tetap nyaman dipandang dan mudah dibaca.
Morison kemudian mencari inspirasi dari desain huruf klasik. Ia sangat mengagumi tampilan Plantin modern, yang didasarkan pada huruf Gros Cicero lama karya Robert Granjon.
Untuk mencapai efisiensi yang diinginkannya, Morison mengatur ketinggian setiap huruf dengan cermat. Jarak antara bagian atas dan bawah huruf kecil yang tidak memiliki garis tambahan ke atas atau ke bawah disesuaikan secara presisi. Contoh huruf yang dimaksud adalah a, c, m, n, x, dan lain sebagainya.
Ia juga turut mengurangi tracking, yaitu jarak antara satu huruf dengan huruf lainnya. Dengan demikian, Morison berupaya menciptakan jenis huruf yang lebih padat.
Mungkin sebagian orang berpendapat bahwa huruf yang terlalu berdekatan akan menyulitkan pembacaan. Namun, untuk mempertahankan tujuan kedua, yaitu keterbacaan, Morison melakukan perubahan pada bentuk huruf.
Bagian yang lebih tebal dari setiap huruf (misalnya, garis vertikal di bagian atas huruf ‘n’) diperlebar. Dengan begitu, huruf-huruf serupa akan menampung lebih banyak tinta dan tampak lebih gelap ketika dicetak, sehingga kontrasnya lebih jelas di atas kertas. Selain itu, setiap goresan yang ada di ujung huruf dibuat lebih tipis. Hal ini bertujuan untuk menjaga bentuk huruf agar tetap enak dipandang, tampil lebih bulat, dan mudah dibaca.
Pada tanggal 3 Oktober 1932, The Times secara resmi meluncurkan jenis huruf barunya ini. Peristiwa ini menandai pertama kalinya sebuah surat kabar mendesain jenis hurufnya sendiri dan mereka memegang hak eksklusif selama satu tahun, sebagaimana dihimpun Liputanku dari nypl, Rabu (11/6/2025).
The Times menggunakan Times New Roman asli selama 40 tahun. Setelah itu, surat kabar ini berganti jenis huruf sebanyak lima kali antara tahun 1972 dan 2007.