Tannos Ogah Pulang, Senayan Desak Negara Jangan Kalah!

Admin

12/06/2025

3
Min Read

Paulus Tannos, buronan dalam kasus korupsi e-KTP, menunjukkan perlawanan dengan menolak menyerahkan diri kepada pihak berwenang Indonesia. Sikap yang tidak kooperatif ini segera menuai reaksi dari Senayan.

Saat ini, Paulus Tannos berada dalam penahanan di Singapura. Proses ekstradisi untuk memulangkannya ke Indonesia sedang berlangsung. Namun, Tannos telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan, mengindikasikan keengganannya untuk kembali ke Indonesia secara sukarela.

Legislator PKB Mendesak Pemerintah RI untuk Tidak Menyerah pada Buronan

Mafirion, Anggota Komisi XIII DPR RI, menyampaikan kecaman terhadap Paulus Tannos, buronan kasus korupsi proyek e-KTP, yang menolak kembali ke Indonesia dan malah mengajukan penangguhan penahanan kepada otoritas Singapura. Mafirion mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak mengalah terhadap permohonan Tannos.

“Kami mengecam upaya menghindari jerat hukum yang dilakukan oleh tersangka kasus e-KTP ini. Ini bukan sekadar persoalan korupsi, melainkan telah menyentuh kedaulatan hukum negara kita. Negara tidak boleh sampai dikalahkan oleh seorang buronan yang telah mengakibatkan kerugian besar bagi negara. Penegakan hukum harus dilaksanakan dengan tegas dan adil,” tegas Mafirion kepada awak media, Selasa (3/6/2025).

Mafirion menambahkan bahwa penyelesaian kasus Paulus Tannos ini sudah menyangkut wibawa serta kehormatan bangsa. Ia mengungkapkan rasa keprihatinannya jika seorang buron korupsi justru dapat dengan leluasa bermanuver di negara lain.

“Apabila buronan korupsi dibiarkan bebas bermanuver di luar negeri, maka yang menjadi taruhannya adalah kehormatan kita sebagai sebuah bangsa yang berdaulat,” imbuhnya.

Memaksimalkan Jalur Diplomasi

“Pemerintah perlu membangun koordinasi yang erat dengan otoritas Singapura, melalui jalur hukum maupun diplomatik, untuk menghadapi permohonan penangguhan yang diajukan oleh Paulus Tannos. Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang telah disahkan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai wujud komitmen bersama dalam memberantas kejahatan lintas negara,” jelasnya.

Legislator dari PKB ini juga mendorong Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Ia berharap agar paspor Paulus Tannos dapat segera dibekukan dan seluruh akses keimigrasiannya dicabut guna mencegah potensi pelarian.

“Kasus ini menjadi ujian penting, bukan hanya bagi KPK, tetapi juga bagi seluruh sistem penegakan hukum kita. Keberhasilan membawa pulang Paulus Tannos akan menjadi bukti nyata bahwa Indonesia benar-benar serius dalam memerangi korupsi tanpa kompromi,” ungkapnya.

Pimpinan Komisi XIII DPR Mewanti-wanti Potensi Kaburnya Tannos

“Terdapat satu hal yang cukup sulit dipahami dalam perjanjian ekstradisi ini, yaitu lemahnya daya paksa terhadap buron Paulus Tannos untuk diekstradisi ke Indonesia. Mengapa kita harus menunggu Paulus Tannos secara sukarela menyerahkan diri?” tanya Andreas.

Andreas menyoroti fakta bahwa Paulus Tannos memiliki peluang untuk mengajukan penangguhan penahanan. Menurutnya, hal ini sama saja dengan berperkara melawan pemerintah Indonesia.

“Bahkan, Paulus Tannos memiliki kesempatan untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan di Singapura. Ini sama saja dengan Paulus Tannos yang saat ini sedang berperkara dengan pemerintah Indonesia di pengadilan Singapura,” kata Andreas.

Andreas mempertanyakan efektivitas perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. Ia menyinggung potensi terburuk di mana Paulus Tannos dapat melarikan diri ke negara lain.

“Lantas, apa gunanya perjanjian ekstradisi tersebut? Jika pengadilan Singapura nantinya mengabulkan penundaan penahanan, maka Paulus Tannos akan bebas, bahkan berpotensi kabur lagi ke negara lain,” tambahnya.