Sidang Hasto, Ahli Bahasa Jelaskan Makna Perintah Bapak ke Harun Masiku

Admin

25/06/2025

5
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Ahli Bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi hadir untuk menjelaskan makna chat antara petugas keamanan DPP PDIP Nur Hasan dengan Harun Masiku, terkait perintah menenggelamkan ponsel saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020.

Hal itu disampaikannya dalam sidang kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.

Awalnya, jaksa mengulas adanya komunikasi antara Nur Hasan dengan Harun Masiku pada 8 Januari 2020. Komunikasi tersebut terkait dengan adanya perintah dari Bapak untuk merendam ponsel, yang kemudian Harun meminta kepada Nur Hasan untuk datang menjemputnya di rumah samping kantor DPP PDIP.

Adapun percakapan Nur Hasan dengan Harun Masiku adalah sebagai berikut:

"Ini ada amanah Pak, handphone bapak harus direndam di air," ujar Nur Hasan.

"Iya Pak iya, Di mana?,” tanya Harun.

"Di DPP," jawab Nur Hasan.

"Di mana disimpannya Pak?" tanya Harun lagi

"Di air, direndam di air," kata Nur Hasan.

"Di mana itu?,” sahut Harun.

"Enggak tahu saya," jawab Nur Hasan.

"Atau di mana? Atau di DPP?,” tanya Harun.

"Iya di situ saja Pak," kata Nur Hasan.

"Di mana?,” tanya Harun lagi

"Ketemu di situ saja," ujar Nur Hasan.

"Di situ ya?,” kata Harun.

"Di atas enggak ada orang Pak. Di atas enggak ada orang Pak, enggak bisa tinggal," tutur Nur Hasan.

"Bapak di mana? Bapak di mana? Bapak saja di mana?,” tanya Harun.

"Bapak lagi di luar Pak," kata Nur Hasan.

Dari percakapan tersebut, jaksa lantas bertanya ke Frans selaku ahli bahasa untuk menganalisis hubungan antara Nur Hasan dengan Harun Masiku.

"Penggunaan kata di situ ada kata ‘Pak’. Ada kata ‘Bapak’. Saya mulai dengan kata ‘Bapak’ itu dalam dua konteks. Bukan satu konteks. Kata ‘Pak’ konsisten digunakan oleh seseorang yang berada di dalam di satu tempat," terang Frans.

"Nah kalau, yang di atas di awal itu Pak Hasan itu memanggil ‘Bapak’. Itu Bapak ke Harun. Seperti itu," sambungnya.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Frans sempat menjelaskan makna kata 'Bapak' yang disampaikan Nur Hasan kepada Harun Masiku adalah pihak ketiga di antara komunikasi keduanya. Dia menilai, Nur Hasan dan Harun Masiku saling mengerti maksud dari kata 'Bapak', yaitu seseorang di luar obrolan keduanya.

"Dua-duanya mengerti bahwa yang dimaksud Bapak itu adalah seseorang. Seseorang atau pihak ketiga yang kita sebut itu. Karena kalau misalnya dia katakan Bapak di mana? Pasti dia jawab saya di kantor. Atau saya di pos satpam. Atau saya di jalan," ujar Frans.

"Tapi dia jawab Bapak lagi di luar. Maksudnya seseorang. Berarti Bapak yang ditanyakan oleh si Harun Masiku itu maksudnya juga sama. Jadi mereka saling mengerti antara satu sama lain dalam konteks ini. Yang ditanyakan," imbuhnya.

Frans menyatakan, kata 'Bapak' dalam percakapan antara Nur Hasan dan Harun Masiku merupakan sosok lain yang turut memerintahkan untuk merendam ponsel.

"Lalu perintahnya di sini atau isinya di sini adalah memerintahkan untuk merendam HP," ungkap Frans.

"Ya ini pasti mereka saling kenal. Pasti tahu yang ditelepon itu siapa. Begitu. Dan yang menelpon itu siapa. Karena dia kata, eh Bapak. Maksudnya, oh yang menelpon kamu. Dia mengenali konteksnya. Mengenali identitasnya," lanjutnya.

Kembali Frans mengulas dalam proses BAP-nya, bahwa penyidik sempat menjelaskan nama Hasto Kristiyanto. Namun begitu, dia tidak pernah menyebut bahwa 'Bapak' dalam percakapan itu adalah Hasto.

"Ya di dalam BAP saya itu saya katakan bahwa dari keterangan penyidik secara lisan maupun dari konteks saya diperiksa dan secara keseluruhan kasus itu, maka saya bisa menjawab seperti yang di dalam BAP," tutur Frans.

"Nah dari faktor apa Pak ini sehingga saudara menyimpulkan seperti itu Pak? Faktornya dari apa atau petunjuk yang mana yang kemudian saudara merujuk ke orang itu?," tanya jaksa.

"Ada apa namanya, dalam data-data bahasa sebelumnya itu ada menyebut nama Hasto, Sekjen," sahut Frans.

Jawaban tersebut langsung disanggah oleh tim hukum Hasto, Ronny Talapessy. Dia menyatakan keberatan atas pernyataan Frans.

"Keberatan yang mulia. Tidak ada menyebut nama Pak Hasto?," kata Ronny.

"Bukan di sini, bukan di sini," jawab Frans.

"Ya tadi saya katakan, saya jawab di situ secara tegas berdasarkan keterangan lisan dari penyidik, berdasarkan konteks saya diperiksa sebagai ahli bahasa, juga berdasarkan data-data chat maupun ya data-data chat yang tulis secara jelas ada nama Hasto," sambungnya.

Dalam kasus tersebut, Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019-2024.

Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019-2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.