Tragis! Kisah Kejatuhan Cepat HP Siemens di Indonesia

Admin

31/05/2025

3
Min Read

Di era 2000-an, HP Siemens sempat menjadi primadona, tak terkecuali di Indonesia. Mereka tampil sebagai penantang serius bagi Nokia dan Motorola, yang saat itu mendominasi pasar ponsel global. Namun, ironisnya, Siemens akhirnya harus menelan pil pahit kebangkrutan.

Pada tahun 2000, Heinrich von Pierer, CEO Siemens saat itu, melontarkan pernyataan yang ambisius. "Kami berniat untuk menguasai pasar ponsel dunia. Kami yakin mampu merebut posisi puncak dari Nokia, Motorola, dan Ericsson," tegasnya dengan penuh keyakinan.

Data menunjukkan, pada tahun 2000, Siemens berhasil menguasai 8,6% pangsa pasar, hanya kalah dari Ericsson, Motorola, dan Nokia. Pada tahun 2003, posisi mereka relatif stabil dengan 8,5% pangsa pasar global. Akan tetapi, penurunan mulai terlihat pada tahun 2004. Pangsa pasar mereka merosot menjadi 7,2%, dan kerugian besar mulai menghantui. Bahkan, pada kuartal pertama tahun 2005, pangsa pasar mereka hanya tersisa 5,6%.

Penurunan drastis bisnis HP Siemens ini sempat membingungkan para analis dan pakar industri. "Sejujurnya, Siemens tidak melakukan kesalahan fatal," ungkap Roland Pitz, seorang analis di HypoVereinsbank.

Seorang eksekutif Nokia Jerman berpendapat bahwa kejatuhan Siemens mungkin disebabkan oleh kombinasi antara kesialan, kesombongan, salah perhitungan, dan kelalaian. Salah satu faktornya adalah Siemens dinilai kurang berhasil dalam menggarap pasar di luar Eropa.

Kehadiran mereka di Amerika Serikat dan kawasan Asia dianggap kurang optimal. Selain itu, Siemens terlambat menyadari perubahan tren pasar, di mana usia sebuah HP semakin pendek dan para produsen lain berlomba-lomba meluncurkan produk-produk baru.

Pada masa itu, Samsung dan Nokia mampu meluncurkan hingga 80 model baru setiap tahun ke pasar global, sementara Siemens tidak mampu menandingi kecepatan peluncuran HP baru tersebut. Akibatnya, banyak HP usang yang masih beredar di pasaran.

Di sisi lain, HP juga mulai dipandang sebagai aksesori fesyen. Siemens cukup cepat merespons tren ini dengan menciptakan ponsel Xelibri yang dijual di butik layaknya perhiasan.

Namun, upaya ini justru berujung kegagalan. Perangkat mewah ini menawarkan terlalu sedikit fitur bagi pengguna biasa, sementara konsumen yang lebih kaya kurang tertarik karena materialnya terbuat dari plastik.

Inovasi pun menjadi titik lemah Siemens. Contohnya, dalam hal ponsel kamera, Siemens lebih memilih menggunakan kamera plug-in eksternal, sementara para pesaingnya telah mengintegrasikan kamera ke dalam ponsel. "Pada dasarnya, Siemens gagal mengantisipasi tren yang berkembang dalam bisnis ini," jelas Theo Kitz, seorang analis di Merck Finck.

"Mereka terus menerus terlambat dalam menghadirkan inovasi yang krusial, dan hal itu sangat merugikan mereka pada akhirnya," imbuhnya kala itu, seperti dikutip detikINET dari New York Times.

Pada tahun 2005, divisi HP Siemens menderita kerugian sebesar USD 530 juta. Perusahaan ini akhirnya dijual kepada BenQ, namun tidak membuahkan banyak perubahan hingga akhirnya gulung tikar.

Video Kecelakaan Helikopter New York Tewaskan Pejabat Siemens dan Keluarganya

Video Kecelakaan Helikopter New York Tewaskan Pejabat Siemens dan Keluarganya