Misteri Sloth Raksasa: Mengapa Mereka Mengecil dan Menghilang

Admin

05/06/2025

4
Min Read

Saat ini, hanya ada dua spesies kungkang arboreal (yang hidup di pepohonan) yang tersisa, namun sejarah mereka jauh lebih beragam dan menakjubkan. Sebuah riset baru yang dipublikasikan di jurnal Science pada 22 Mei 2025, menguak sejarah panjang evolusi serta kepunahan para raksasa ini, mencakup bentuk tubuh mereka hingga pengaruh perubahan iklim dan kehadiran manusia.

Sloth Raksasa Penjelajah Bumi

Coba bayangkan seekor kungkang yang mirip beruang grizzly – tetapi lima kali lebih besar. Inilah gambaran Megatherium, anggota keluarga kungkang darat yang beratnya bisa mencapai 3,6 ton, setara dengan seekor gajah Asia. Dr. Rachel Narducci, manajer koleksi paleontologi vertebrata di Florida Museum of Natural History, menggambarkan makhluk ini sebagai hewan yang “penampilannya mirip beruang grizzly namun ukurannya lima kali lebih besar.”

Berbeda dengan kungkang pohon masa kini, sebagian besar kungkang purba hidup di daratan karena postur tubuh mereka yang sangat besar. Mereka tidak hanya menjelajahi padang rumput terbuka dan mendaki pegunungan Andes, namun juga menggali gua dengan cakar raksasa mereka. Beberapa gua hasil galian ini masih ada hingga sekarang, lengkap dengan bekas cakaran di dindingnya – jejak arsitektur purba yang begitu mengagumkan.

Ilustrasi Megatherium

Keberagaman Ukuran dan Gaya Hidup

Kungang darat menunjukkan variasi ukuran yang sangat beragam – mulai dari Shasta ground sloth yang ‘hanya’ seukuran beruang kecil dan menghuni gurun, hingga raksasa seperti Megatherium. Sementara itu, kungkang yang hidup di pepohonan berukuran lebih kecil: berat rata-ratanya hanya sekitar 6 kg. Bahkan mereka yang menghabiskan sebagian waktunya di tanah pun jarang melebihi 79 kg.

Mengapa perbedaan ekstrem ini bisa terjadi? Untuk menjawabnya, tim peneliti menganalisis lebih dari 400 fosil dari 17 museum, menggabungkan data DNA kuno, anatomi, dan ekologi. Mereka menciptakan “pohon kehidupan kungkang” yang menelusuri evolusi hewan ini selama lebih dari 35 juta tahun, dimulai dari Pseudoglyptodon yang hidup di Argentina sekitar 37 juta tahun silam.

Iklim dan Evolusi Ukuran Tubuh

Selama kurang lebih 20 juta tahun, ukuran tubuh kungkang relatif stabil. Akan tetapi, segalanya berubah sekitar 15 juta tahun lalu, ketika letusan gunung berapi dahsyat membentuk lanskap baru di wilayah barat laut Amerika. Lava dan gas rumah kaca yang terlepas memicu pemanasan global yang dikenal sebagai Mid-Miocene Climatic Optimum.

Hutan meluas, suhu meningkat, dan kungkang merespons dengan mengecil. Ukuran tubuh yang lebih kecil lebih cocok untuk iklim yang hangat dan lembap, serta memungkinkan mereka menjelajahi kanopi hutan yang lebat.

Namun, ketika iklim bumi mulai mendingin kembali, kungkang kembali membesar. Lingkungan yang lebih dingin membutuhkan tubuh yang besar untuk menghemat energi dan air, serta memberikan perlindungan dari predator di padang rumput terbuka. Di samping itu, beberapa kungkang darat memiliki osteoderm – lempeng tulang kecil menyerupai kerikil di bawah kulit mereka – yang memberikan perlindungan ekstra, mirip seperti baju zirah alami.

Sloth Penjelajah Laut

Adaptasi kungkang tidak berhenti di daratan. Spesies seperti Thalassocnus bahkan menjelajahi lingkungan laut. Hidup di jalur sempit antara Andes dan Samudra Pasifik, mereka mengembangkan tulang rusuk padat untuk membantu daya apung dan moncong panjang untuk merumput di dasar laut – mirip dengan manatee modern.

iStockphoto/Harry Collins Fakta unik tentang kungkang atau sloth.

Kepunahan Sang Raksasa

Kungang mencapai ukuran maksimum mereka selama zaman es Pleistosen. Namun, keperkasaan ini menjadi pedang bermata dua. Sekitar 15.000 tahun lalu, manusia tiba di Amerika Utara – dan saat itulah kungkang besar mulai menghilang.

“Mereka terlalu lambat untuk melarikan diri dan terlalu besar untuk bersembunyi,” ujar Dr. Narducci. Ukuran tubuh yang dulunya menyelamatkan mereka dari dingin dan predator alami kini menjadi kelemahan di hadapan pemburu manusia yang cekatan.

Ironisnya, kungkang pohon – yang selama ini kecil dan tampak rentan – justru berhasil bertahan, walaupun beberapa populasi terakhir di Karibia punah sekitar 4.500 tahun lalu, bertepatan dengan kedatangan manusia di sana.

Pelajaran dari Masa Lalu

Riset ini bukan sekadar menggambarkan kehidupan kungkang purba, tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang dampak perubahan iklim dan tekanan manusia terhadap ekosistem. Ukuran tubuh kungkang naik dan turun mengikuti fluktuasi iklim global, mencerminkan bagaimana kehidupan di bumi senantiasa menyesuaikan diri – atau punah.

“Perubahan paleoklimatik tidak dapat sepenuhnya menjelaskan kepunahan cepat kungkang darat yang dimulai sekitar 15.000 tahun lalu,” tulis para peneliti. “Kehancuran mendadak mereka mengindikasikan faktor yang didorong oleh manusia.”

Dari gua di Grand Canyon hingga hutan Amazon, dari gurun pasir hingga dasar laut, kisah kungkang adalah kisah tentang keanekaragaman, adaptasi, dan kejatuhan – dan tentang bagaimana spesies besar pun tak kebal terhadap perubahan zaman.