Putusan MK SD-SMP Gratis: Sri Mulyani Siapkan Kajian Anggaran

Admin

11/06/2025

4
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pihaknya akan mempelajari secara seksama putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kebijakan pendidikan gratis untuk jenjang SD-SMP, baik yang diselenggarakan oleh sekolah negeri maupun swasta.

Sri Mulyani menambahkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana mengadakan rapat khusus guna membahas putusan MK tersebut, termasuk menganalisis implikasinya terhadap alokasi anggaran negara.

“Kita akan telaah keputusan tersebut. Bapak Mendikdasmen (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) telah memimpin rapat, dan saya pun sedang mempersiapkannya,” ungkap Sri Mulyani saat dijumpai di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/6/2025), seperti dilansir dari Antaranews.

Setelah mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo, Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa sejumlah menteri, termasuk dirinya, Mendikdasmen Abdul Mu’ti, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, akan mendalami putusan MK tersebut.

“Kami bersama Menteri Pendidikan Dasmen (Dasar dan Menengah) dan Mensesneg akan mempelajari putusan MK tersebut, serta dampaknya terhadap anggaran negara,” tuturnya.

Sayangnya, Sri Mulyani tidak memberikan jawaban ketika ditanya mengenai jadwal pelaksanaan rapat pembahasan putusan MK tersebut.

Pada kesempatan terpisah, Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto sebelum mengimplementasikan putusan MK yang mewajibkan pemerintah untuk membebaskan biaya sekolah pada jenjang SD-SMP.

"Terkait implementasinya (putusan MK), tentu saja kami perlu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, serta menantikan arahan dari Bapak Presiden,” jelas Abdul Mu'ti di Gedung Pancasila, Jakarta Pusat, Senin.

Selain itu, Mu’ti menambahkan bahwa kementeriannya akan melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian terkait dan DPR sebelum melaksanakan putusan MK tersebut, terutama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sebab, menurutnya, perubahan kebijakan akan memerlukan penyesuaian pada alokasi anggaran.

"Hal ini tentu akan berimplikasi pada perubahan anggaran di tengah tahun, sehingga memerlukan pembahasan bersama Menkeu, termasuk juga dengan DPR,” terangnya.

Namun demikian, Mu’ti menegaskan bahwa untuk saat ini, kementeriannya akan memfokuskan diri pada pemahaman mendalam mengenai maksud dan substansi dari putusan MK tersebut.

"Pertama, kita perlu memahami secara komprehensif substansi dari keputusan MK tersebut. Kedua, kita akan melihat apa yang saat ini sedang kita lakukan untuk mendukung pendidikan. Ketiga, barulah kita mencoba menyusun skema mengenai langkah-langkah yang dapat kita ambil untuk mengimplementasikan putusan MK tersebut,” papar Abdul Mu’ti.

Mu’ti menegaskan bahwa putusan MK tersebut wajib dilaksanakan, mengingat sifatnya yang final dan mengikat.

Meskipun demikian, ia kembali menekankan bahwa implementasinya masih memerlukan koordinasi dan menunggu arahan dari Presiden Prabowo.

"Keputusan MK itu bersifat final and binding, keputusannya paripurna dan mengikat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya, kita semua terikat pada putusan MK tersebut. Akan tetapi, bagaimana cara melaksanakannya memerlukan koordinasi dengan kementerian terkait, terutama Kemenkeu, dan yang sangat penting adalah arahan dari Bapak Presiden serta persetujuan DPR terkait dengan anggaran," jelas Mu'ti.

Sebelumnya, telah diberitakan bahwa MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya terkait frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".

Dengan demikian, MK memerintahkan negara untuk menggratiskan biaya pendidikan pada jenjang SD-SMP.

(MK) menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat".

Oleh karena itu, putusan ini sejalan dengan standar hak asasi manusia (HAM) yang diakui secara internasional.

"Oleh karena itu, hak atas pendidikan mencerminkan prinsip universalitas dan non-diskriminasi dalam pemenuhan hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam berbagai konvensi internasional, termasuk Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948," demikian bunyi dokumen putusan nomor 3/PUU-XXII/2024.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas hanya berlaku untuk sekolah negeri.

Hal ini tentu saja menimbulkan kesenjangan dalam akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah dasar swasta akibat terbatasnya kuota di sekolah negeri.

"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa," ungkap Hakim MK Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum.

Menurut MK, negara memiliki kewajiban untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.

Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik antara sekolah negeri dan swasta.

"Dalam hal ini, norma Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dimaknai sebagai pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta)," tegas Enny.