Suap TKA Kemnaker: KPK Geledah 15 Lokasi, 8 Tersangka!

Admin

15/06/2025

4
Min Read

On This Post

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan delapan nama yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Hingga saat ini, KPK menyatakan telah melaksanakan serangkaian penggeledahan di 15 lokasi yang berbeda.

"Kami telah melakukan penggeledahan di sekitar 15 lokasi," ujar Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, dalam konferensi pers yang diadakan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis (5/6/2025).

Budi menjelaskan lebih lanjut bahwa dari ke-15 lokasi yang telah digeledah, tim penyidik KPK juga berhasil mengamankan sejumlah barang bukti signifikan. Barang bukti tersebut meliputi berbagai kendaraan dan sejumlah besar uang tunai dalam berbagai mata uang asing dan rupiah.

"Dari hasil penggeledahan ini, kami berhasil menyita beberapa barang bukti, termasuk 11 unit kendaraan roda empat dan 2 unit kendaraan roda dua yang ditemukan di beberapa rumah tersangka. Selain itu, kami juga menyita sejumlah uang tunai dalam bentuk dolar Amerika, dolar Singapura, euro, dan rupiah. Meskipun kami tidak dapat memberikan rincian yang lebih spesifik, penyitaan ini telah kami laksanakan," ungkap Budi.

Delapan Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka, Termasuk Mantan Dirjen Binapenta

Sebelumnya, KPK telah mempublikasikan daftar nama delapan tersangka yang terlibat dalam kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker. Di antara delapan tersangka tersebut, dua di antaranya merupakan mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK).

"Diduga, mereka telah melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang hendak bekerja di Indonesia. Modusnya adalah dengan meminta izin berupa RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) sebagai syarat masuk dan bekerja di Indonesia. Kewenangan penerbitan RPTKA ini berada di tangan Dirjen Binapenta. Dari sini, teridentifikasi adanya celah-celah dalam proses pembuatan RPTKA," jelas Budi dalam konferensi pers pada Kamis (5/6).

Berikut adalah daftar delapan tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker:

  1. Suhartono, selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker periode 2020-2023
  2. Haryanto, selaku Direktur PPTKA periode 2019-2024, yang juga menjabat sebagai Dirjen Binapenta dan PKK pada tahun 2024-2025, dan saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional
  3. Wisnu Pramono, selaku Direktur PPTKA periode 2017-2019
  4. Devi Angraeni, selaku Direktur PPTKA periode 2024-2025
  5. Gatot Widiartono, selaku Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) periode 2021-2025
  6. Putri Citra Wahyoe, selaku Petugas Hotline RPTKA periode 2019 hingga 2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) periode 2024-2025
  7. Jamal Shodiqin, selaku Analis TU Direktorat PPTKA periode 2019-2024, yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA periode 2024-2025
  8. Alfa Eshad, selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker periode 2018-2025

KPK mengungkapkan bahwa praktik suap ini terjadi dalam proses pengajuan rencana penggunaan TKA oleh para agen. Pembuatan RPTKA yang diajukan oleh para agen ini berada di bawah wewenang Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Peluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker.

Dalam setiap pengajuan pembuatan RPTKA, para agen harus menunggu selama lima hari untuk mendapatkan kepastian apakah pengajuan mereka diterima atau tidak. Pihak Ditjen Binapenta diduga sengaja menahan informasi mengenai status pengajuan RPTKA tersebut hingga para agen bersedia memberikan sejumlah uang.

"Agen yang tidak menyerahkan sejumlah uang tidak akan pernah diberitahu apakah dokumen mereka sudah lengkap atau belum. Akibatnya, para agen terpaksa mendatangi oknum-oknum tersebut," jelas Budi.

Dia menambahkan bahwa jumlah uang yang harus dibayarkan oleh para agen telah ditentukan oleh pihak Ditjen Binapenta. Mereka menetapkan tarif tertentu untuk setiap RPTKA yang diterbitkan.

"Dari sinilah, oknum-oknum tersebut, mulai dari staf paling bawah hingga dirjen, atas perintah dari atasan mereka, menentukan tarif yang harus dipungut untuk setiap perizinan yang diterbitkan," terang Budi.

"Dengan demikian, terjadilah proses permintaan sejumlah uang kepada para agen, dengan alasan agar RPTKA dapat segera diterbitkan," sambungnya.

Budi menjelaskan bahwa RPTKA sangat penting bagi para agen agar TKA dapat segera ditempatkan di lokasi kerja yang sesuai. Semakin lama RPTKA diterbitkan, para agen akan dikenakan denda untuk setiap penggunaan TKA.

"Hal ini juga menjadi celah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum dari Kemnakertrans tersebut. Keterlambatan penerbitan RPTKA mengakibatkan para TKA terlambat ditempatkan, sehingga para agen dikenakan denda yang cukup besar per harinya," ujar Budi.

"Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum dari Kemnaker untuk melakukan pemerasan atau meminta sejumlah uang kepada para agen yang mengurus RPTKA," imbuhnya.