Impor Melesat, Surplus Dagang RI April Menyusut Jadi US$160 Juta

Admin

09/06/2025

3
Min Read

On This Post

Pada bulan April 2025, neraca perdagangan Indonesia kembali menunjukkan catatan surplus. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa angka ini mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, dengan nilai hanya mencapai US$ 160 juta. Pemicu utama dari situasi ini adalah peningkatan impor, terutama pada sektor nonmigas, yang mengalami pertumbuhan hampir 30% secara tahunan.

Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, surplus perdagangan pada bulan April didukung oleh ekspor nonmigas yang mencapai US$ 1,51 miliar. Sebaliknya, neraca perdagangan migas mengalami defisit yang cukup dalam, mencapai US$ 1,35 miliar.

“Surplus ini tetap terjadi berkat kontribusi ekspor bahan bakar mineral, minyak nabati, serta besi dan baja,” jelas Pudji di Kantor Pusat BPS, Jakarta, pada Senin (2/6/2025).

Dengan pencapaian ini, Indonesia berhasil mempertahankan surplus neraca perdagangan selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Walaupun demikian, tren penurunan nilai surplus menjadi perhatian khusus mengingat peningkatan impor yang cukup agresif.

Secara kumulatif, dari Januari hingga April 2025, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$ 11,07 miliar. Surplus ini didorong oleh kinerja ekspor nonmigas yang mencapai US$ 17,26 miliar, meskipun neraca migas tetap menunjukkan defisit sebesar US$ 6,19 miliar.

Sementara itu, total ekspor pada April 2025 tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, meningkat 5,76% dibandingkan dengan April 2024. Komoditas utama yang menyumbang kenaikan ini berasal dari industri pengolahan, seperti minyak kelapa sawit, logam dasar besi, kimia dasar organik, nikel, dan semikonduktor. Salah satu komoditas yang mencatat lonjakan signifikan adalah mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) yang naik hingga 59,67%, memberikan andil sebesar 3,01% terhadap total ekspor bulan April.

Kinerja ekspor sepanjang Januari-April 2025 juga didominasi oleh besi dan baja, batu bara, serta CPO dan produk turunannya. Besi dan baja mengalami kenaikan sebesar 6,62%, CPO tumbuh 20%, namun batu bara mengalami penurunan tajam sebesar 19,74% akibat penurunan harga global yang mencapai titik terendah sejak Mei 2021.

Dari sisi negara tujuan, China, Amerika Serikat, dan India menjadi tiga pasar ekspor utama, menyumbang hampir 41% dari total ekspor nonmigas selama empat bulan pertama tahun 2025. Nilai ekspor ke Tiongkok tercatat sebesar US$ 18,87 miliar.

Akan tetapi, tekanan yang signifikan berasal dari sisi impor. Nilai impor pada April 2025 mencapai US$ 20,59 miliar, melonjak 21,84% dibandingkan dengan April tahun sebelumnya. Impor nonmigas mengalami pertumbuhan yang tajam sebesar 29,86% menjadi US$ 18,07 miliar, sementara impor migas justru mengalami penurunan sebesar 15,57% menjadi US$ 2,52 miliar.

Secara kumulatif, total impor Indonesia dari Januari hingga April 2025 mencapai US$ 76,29 miliar, naik 6,27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Negara asal impor terbesar masih berasal dari China, Jepang, dan negara-negara ASEAN (di luar Thailand). Sementara impor dari Thailand dan Uni Eropa tercatat mengalami penurunan.

Pudji juga menyoroti bahwa fluktuasi harga komoditas global turut mempengaruhi kinerja perdagangan. Harga energi, logam, dan pertanian cenderung menurun baik secara bulanan maupun tahunan, sementara logam mulia mengalami kenaikan harga tahunan.