JAKARTA, MasterV – Para konsumen di Asia Tenggara semakin mendorong pelaku bisnis untuk mengoptimalkan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) demi menghadirkan pelayanan yang cepat dan personal, namun tetap mempertahankan sentuhan manusiawi.
Fakta ini terungkap berdasarkan survei bertajuk “AI Transformation in SEA: Aligning Consumer Demands with Business Goals”. Survei ini melibatkan 1.100 responden di berbagai negara di Asia Tenggara dan dilaksanakan oleh SleekFlow, sebuah platform percakapan omnichannel berbasis AI.
“AI saat ini bukan lagi bertujuan untuk menggantikan peran manusia, melainkan untuk memperkuat kontribusi yang diberikan,” tegas Asnawi Jufrie, VP dan GM SleekFlow Asia Tenggara, dalam keterangan pers yang disampaikan pada Senin (2/6/2025).
SHUTTERSTOCK/NUTTAPONG PUNNA Ilustrasi Artificial Intelligence
“Para pelanggan menginginkan respons yang tidak hanya cepat, tetapi juga cerdas. Di sisi lain, mereka juga membutuhkan rasa percaya, empati, serta kepastian. Visi kami adalah menyediakan bagi bisnis Agen AI yang tak hanya mengotomatisasi, tetapi juga memiliki kemampuan memahami, sehingga bisnis dapat berkembang tanpa menghilangkan esensi manusiawi dari merek tersebut,” jelas Asnawi lebih lanjut.
Terungkap bahwa sebanyak 73 persen responden lebih memilih pemanfaatan AI yang berfungsi sebagai pelengkap peran manusia, dan bukan sebagai pengganti sepenuhnya.
Temuan ini menggarisbawahi besarnya kebutuhan akan pengalaman layanan yang kolaboratif, yang memadukan efisiensi teknologi dengan empati manusiawi.
Hasil studi menunjukkan bahwa konsumen memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menyelesaikan transaksi apabila mereka menerima rekomendasi dari sistem berbasis AI. Persentase ini mencapai 70 persen di Singapura, 75 persen di Indonesia, dan 79 persen di Malaysia.
Selain itu, lebih dari 70 persen konsumen menyatakan bahwa AI memiliki pengaruh terhadap keputusan akhir mereka dalam berbelanja, terutama apabila teknologi tersebut mampu menyajikan personalisasi yang relevan, seperti rekomendasi produk atau penawaran diskon yang sesuai.
Konsumen cenderung mengandalkan AI untuk menangani berbagai hal yang sederhana, tetapi mereka tetap membutuhkan dukungan manusia untuk urusan-urusan yang lebih kompleks atau melibatkan emosi.
canva.com Ilustrasi artificial intelligence (AI). Kecerdasan buatan (AI) diprediksi akan menggantikan banyak pekerjaan dalam waktu dekat. Lantas, pekerjaan apa saja yang paling rentan tergantikan?
Mayoritas responden berpendapat bahwa skenario layanan pelanggan yang sepenuhnya digantikan oleh AI masih merupakan sebuah fiksi yang belum akan terwujud dalam waktu dekat.
Kehadiran AI diapresiasi oleh konsumen karena berbagai alasan. Selain selalu tersedia setiap saat, AI juga mampu memberikan respons secara instan, serta menyediakan layanan mandiri yang mudah digunakan, mulai dari pelacakan pesanan, pencarian informasi produk, hingga proses pembayaran.
Bahkan, sebanyak 88 persen responden menyatakan bahwa mereka tidak bersedia menunggu lebih dari lima menit hanya untuk berbicara dengan seorang agen manusia. Fakta ini semakin memperkuat peran penting AI dalam menghadirkan pengalaman pelanggan yang cepat dan tanpa hambatan.
Promo yang sesuai dengan kebutuhan dinilai lebih efektif dalam mendorong konsumen untuk mengambil tindakan pembelian.
Sebanyak 73 persen konsumen di Singapura, 80 persen di Malaysia, dan 86 persen di Indonesia mengaku lebih termotivasi untuk berbelanja jika promo yang mereka terima dirancang secara khusus untuk mereka.
Namun, relevansi adalah kunci utama. Konsumen juga cenderung lebih tertarik dan terdorong untuk membeli apabila AI menawarkan sesuatu yang terasa relevan dan tepat sasaran dengan kebutuhan mereka.
Lebih dari 70 persen responden berpendapat bahwa AI memberikan dampak positif terhadap keputusan akhir mereka dalam berbelanja.
Meskipun penggunaan AI semakin meluas, 41 persen responden memperkirakan bahwa peran customer service yang dijalankan oleh manusia belum akan sepenuhnya tergantikan dalam waktu dekat.
Sebagian besar konsumen menyatakan bahwa preferensi antara interaksi dengan AI dan interaksi dengan manusia sangat bergantung pada konteks yang ada.
Sekitar 70 persen responden memilih menggunakan AI untuk urusan-urusan yang sederhana, namun jumlah yang hampir sama masih mengandalkan bantuan manusia untuk menangani pertanyaan yang lebih kompleks atau melibatkan emosi.
Freepik/biancoblue ilustrasi artificial intelligence
Dari total 570 bisnis yang disurvei, 67 persen di antaranya telah mengimplementasikan teknologi AI atau otomatisasi, dengan chatbot sebagai aplikasi yang paling banyak digunakan, terutama di sektor ritel, jasa profesional, dan keuangan.
Ke depannya, lebih dari 90 persen bisnis menyatakan bahwa mereka akan memperluas penggunaan AI dalam dua tahun mendatang, dengan fokus pada pengembangan agen AI, sistem analitik cerdas, CRM berbasis AI, serta peningkatan keterlibatan omnichannel lainnya.
Di Indonesia, 65,12 persen bisnis melaporkan bahwa penggunaan AI secara signifikan meningkatkan kepuasan pelanggan, khususnya pada tahap awal seperti peningkatan kesadaran dan pertimbangan dalam perjalanan konsumen.
Namun, biaya masih menjadi hambatan utama dalam adopsi AI, diikuti oleh keterbatasan sumber daya internal dan ketidakpastian mengenai imbal hasil investasi (ROI).
Meskipun demikian, di tengah pesatnya perkembangan industri, risiko yang timbul akibat tidak bertindak justru bisa jauh lebih besar dibandingkan investasi yang diperlukan untuk mempertahankan daya saing.