KLH Segel 4 Tambang Nikel Raja Ampat, Izin Dievaluasi!

Admin

16/06/2025

3
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup mengambil tindakan tegas dengan menyegel empat lokasi pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat. Keempat perusahaan yang terkena sanksi penyegelan ini adalah PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, serta PT Mulia Raymond Perkasa.

Meskipun keempat perusahaan tersebut telah memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), perlu dicatat bahwa hanya tiga di antaranya yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Ketiga perusahaan tersebut adalah PT ASP, PT GN, dan PT KSM.

"PT ASP, yang merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) asal Tiongkok, terpantau melakukan aktivitas pertambangan di Pulau Manuran dengan luas area yang mencapai kurang lebih 746 hektare. Sementara itu, PT GN beroperasi di Pulau Gag dengan cakupan area sekitar 6.030,53 hektare," demikian pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, dalam keterangan yang diterima Liputanku pada hari Kamis, 5 Juni 2025.

Beliau menegaskan bahwa kedua pulau tersebut termasuk dalam kategori pulau kecil, yang seharusnya tidak diperuntukkan bagi kegiatan pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.

Hanif mengungkapkan bahwa tim pengawas mendapati sejumlah pelanggaran, terutama yang dilakukan oleh PT ASP. Pelanggaran tersebut meliputi ketiadaan sistem manajemen lingkungan yang memadai dan kurangnya pengelolaan limbah larian. Sebagai respons, KLH menghentikan aktivitas pertambangan dan memasang plang peringatan sebagai bentuk tindakan tegas.

"KLH dan BPLH akan melakukan evaluasi terhadap Persetujuan Lingkungan yang dimiliki oleh PT GN dan PT ASP. Apabila ditemukan adanya pertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, izin yang bersangkutan akan dicabut," tegasnya.

Hanif menjelaskan, mengacu pada Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 1 Tahun 2014, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya harus diprioritaskan untuk kegiatan non-pertambangan, seperti konservasi lingkungan, pendidikan, perikanan, dan pariwisata berkelanjutan.

Aktivitas pertambangan bukanlah prioritas utama di pulau kecil. Hal ini juga telah diperkuat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023," jelasnya lebih lanjut.

Putusan MK tersebut menegaskan bahwa larangan relatif terhadap kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil berpotensi mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), seperti pencemaran air laut dan perubahan tata ruang yang merusak keseimbangan ekosistem.

Sementara itu, PT MRP yang beroperasi di Pulau Batang Pele juga kedapatan melakukan pelanggaran karena tidak memiliki dokumen lingkungan yang lengkap dan PPKH, yang menyebabkan kegiatan eksplorasi dihentikan.

Selain itu, PT KSM, yang beroperasi di Pulau Kawe, terdeteksi membuka area tambang di luar batas yang telah disetujui dalam dokumen lingkungan dan PPKH seluas 5 hektare, sehingga mengakibatkan sedimentasi di area pesisir pantai.

"Terhadap PT KSM, akan diberlakukan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah untuk melaksanakan pemulihan lingkungan, serta potensi gugatan perdata," pungkasnya.

Sebagai informasi tambahan, kawasan Raja Ampat saat ini tengah menjadi perhatian publik terkait dugaan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sejumlah perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah tersebut.