JAKARTA, MasterV – Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace, melayangkan kritik terhadap keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Keputusan tersebut terkait penghentian sementara izin pertambangan nikel PT Gag di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurut pandangan Iqbal, penghentian sementara ini justru berpotensi memunculkan kebingungan baru. Pasalnya, saat ini masih terdapat lima izin tambang nikel yang masih aktif di wilayah Raja Ampat.
"Saya ingin menekankan bahwa pernyataan Pak Menteri Bahlil, yang bertujuan untuk menghindari kebingungan, justru berpotensi menciptakan kesimpangsiuran atau bahkan kekeliruan baru," tegas Iqbal, seperti dilansir dari tayangan Kompas Petang di Kompas TV, Jumat (6/6/2025).
SHUTTERSTOCK/LP-STUDIO Ilustrasi nikel, penambangan nikel.
"Bukan hanya satu, saat ini terdapat lima izin yang masih berlaku, diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Ada Pulau Gag, Pulau Kawe, Pulau Manuran, Pulau Batang Pele, dan juga di Waigeo Besar," imbuhnya.
Iqbal menjelaskan, meskipun pemerintah berdalih bahwa lokasi tambang nikel tersebut relatif jauh dari area wisata Raja Ampat, regulasi yang berlaku secara tegas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), menurutnya, semakin memperkuat larangan tersebut.
Aturan yang dimaksud adalah Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K).
Sementara itu, Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023 semakin mengukuhkan aturan ini.
Lebih lanjut, Iqbal mengungkapkan bahwa deforestasi di Raja Ampat telah mencapai angka 500 hektare.
"Ini adalah angka yang signifikan untuk ukuran pulau-pulau kecil. 500 hektare itu jumlah yang besar. Bahkan, 300 hektare di antaranya terjadi di Pulau Gag," ungkap Iqbal.
SHUTTERSTOCK/EVGHENY_V Ilustrasi nikel, penambangan nikel.
"Kami bahkan menyaksikan secara langsung, melalui teman-teman *scuba diving* di sekitar Pulau Gag, betapa rusaknya terumbu karang di sana. Kita semua tahu bahwa 70 persen biodiversitas terumbu karang dunia ada di Raja Ampat. Apakah kita rela menghancurkannya?" tanyanya.
Oleh karena itu, Iqbal mendesak pemerintah, khususnya Kementerian ESDM, untuk tidak bersikap lunak terhadap perusahaan BUMN yang memegang izin tambang di Pulau Gag.
"Kita tahu bahwa PT Gag, saham mayoritasnya dimiliki oleh PT Antam. Ini adalah aset negara, BUMN. Kementerian ESDM yang menerbitkan izin, BUMN yang memiliki. Mengapa tidak bisa duduk bersama untuk membahas Pulau Gag? Pemerintah tidak boleh menunjukkan kelemahan," tegasnya.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dimiliki oleh PT Gag Nikel, yang merupakan anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Beliau menjelaskan bahwa terdapat beberapa izin pertambangan di wilayah Raja Ampat, namun saat ini hanya satu yang beroperasi, yaitu Kontrak Karya (KK) yang dipegang oleh PT Gag Nikel.
"Yang beroperasi saat ini hanya satu, yaitu PT Gag Nikel, yang kepemilikannya ada di Antam, sebuah BUMN," kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Ia menyampaikan bahwa PT Gag Nikel awalnya merupakan pemegang kontrak karya yang dimiliki oleh pihak asing pada periode 1997-1998. Setelah pihak asing tersebut berhenti mengelola tambang, kemudian pengelolaannya diambil alih oleh negara.
Selanjutnya, negara menyerahkan kontrak karya tersebut kepada PT Antam. BUMN di sektor pertambangan ini kemudian mendelegasikan pengelolaan tambang kepada anak perusahaannya, PT Gag Nikel.
Pada hari Kamis, Bahlil juga secara resmi menghentikan sementara kegiatan operasional tambang nikel di Raja Ampat. Keputusan ini diambil seiring dengan adanya kekhawatiran dari masyarakat dan aktivis lingkungan terkait potensi kerusakan ekosistem Raja Ampat akibat aktivitas pertambangan.
"Saat ini, tim kami sudah berada di lapangan untuk melakukan pengecekan. Guna menghindari kesimpangsiuran, kami telah memutuskan melalui Dirjen Minerba, untuk menghentikan sementara operasional IUP PT Gag, yang saat ini menjadi satu-satunya yang mengelola. " tutur Bahlil.
"Sampai dengan verifikasi lapangan selesai. Kami akan melakukan pengecekan, dan apa pun hasilnya akan kami sampaikan setelah proses *crosscheck* lapangan selesai dilaksanakan," tambahnya.