JAKARTA, MasterV – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat tidak terbatas hanya pada Pulau Gag.
Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melakukan penelusuran di tiga pulau lain pada tanggal 26–31 Mei 2025.
"Setelah kasus ini mencuat dan adanya laporan masyarakat yang cukup intensif, kami segera menugaskan tim ke lapangan. Mereka berada di lokasi pada tanggal 26–31 Mei 2025 untuk melakukan investigasi di empat lokasi," jelas Hanif dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Keempat tambang tersebut dikelola oleh perusahaan yang berbeda, antara lain PT Gag Nikel (GN), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond (MRP).
“Mengapa empat lokasi? Karena hanya keempat lokasi inilah yang memiliki aktivitas lapangan yang signifikan,” tutur Hanif.
Dari hasil catatan tim Kementerian LHK, tiga dari empat perusahaan masih aktif beroperasi saat pengawasan dilakukan. Aktivitas tersebut teramati di tambang milik PT GN, PT ASP, dan PT KSM.
“PT GN, PT ASP, dan PT KSM, ketiganya masih menjalankan kegiatan operasional di lapangan ketika pengawasan dilakukan,” imbuh Hanif.
Berikut adalah temuan Kementerian LHK di empat lokasi tambang tersebut:
1. PT Gag Nikel (GN)
Lokasi tambang PT GN berada di Pulau Gag, sebuah pulau kecil dengan luas 6.300 kilometer persegi. Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 1 Tahun 2014, aktivitas penambangan sebenarnya dilarang di pulau-pulau kecil.
Namun, PT GN termasuk dalam 13 perusahaan yang mendapatkan pengecualian melalui UU Nomor 19 Tahun 2004. Perusahaan ini masih memegang izin kontrak karya di kawasan hutan lindung.
“Seharusnya hutan lindung tidak boleh digunakan untuk pola penambangan terbuka, namun terdapat pengecualian bagi 13 perusahaan, termasuk PT GN, yang diperbolehkan berdasarkan UU Nomor 19 tahun 2004,” terang Hanif.
Berdasarkan analisis foto udara, area tambang ini meliputi area seluas 187,87 hektare. PT GN telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP), persetujuan lingkungan, dan izin pinjam pakai kawasan hutan.
Tingkat pencemaran dari aktivitas tambang ini diklaim relatif kecil. Kendati demikian, Kementerian LHK akan terus melakukan kajian lebih lanjut.
“Jika ada indikasi ketidaktaatan, skalanya cenderung minor. Namun, ini baru berdasarkan pengamatan visual, dan kajian mendalam masih sangat diperlukan,” lanjut Hanif.
2. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Area tambang PT ASP berlokasi di Pulau Manuran yang luasnya hanya 743 hektare. Luas area tambang mencapai 109 hektare.
“Jika eksploitasi terus dilakukan, pemulihannya tidak akan mudah. Karena tidak akan ada lagi material yang tersisa untuk memulihkan kondisi pulau tersebut,” kata Hanif.
Persetujuan lingkungan untuk PT ASP diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat pada tahun 2006. Dokumen ini belum tersedia di Kementerian LHK dan akan segera diminta untuk ditinjau ulang.
Tim pengawas menemukan bahwa kolam penampung limbah (settling pond) mengalami kerusakan. Akibatnya, air laut di sekitar area tambang tercemar.
“Saat pengawasan dilakukan, memang ditemukan adanya settling pond yang jebol. Hal ini menyebabkan pencemaran lingkungan yang signifikan, terutama kekeruhan air di area pantai,” ujar Hanif.
Manajemen lingkungan di tambang ini dinilai kurang baik. Tambang tersebut pun telah disegel. Kementerian LHK berencana menempuh jalur hukum terkait masalah ini.
“Terdapat indikasi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas tambang ini, dan kami akan melakukan penegakan hukum, baik pidana maupun perdata,” tegas Hanif.
3. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
Tambang PT KSM terletak di Pulau Kawai yang luasnya mencapai 4.561 kilometer persegi. Area tambang meliputi area seluas 89,29 hektare.
Persetujuan lingkungan juga diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat. PT KSM mulai melakukan pembukaan lahan pada tahun 2023 dan memulai penambangan pada tahun 2024.
“Hasil pengawasan di lapangan menunjukkan bahwa mereka telah melakukan kegiatan pembukaan lahan sejak tahun 2023 dan operasional penambangan biji nikel pada tahun 2024,” kata Hanif.
Pembukaan lahan yang dilakukan melebihi batas izin, yakni seluas 5 hektare. Kementerian LHK akan menindak pelanggaran ini melalui penegakan hukum pidana lingkungan.
4. PT Mulia Raymond (MRP)
Tambang PT MRP terletak di dua pulau kecil, yaitu Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Total area tambang mencapai 21 hektare.
Aktivitas perusahaan masih terbatas pada pemasangan alat bor di beberapa titik. Kegiatan ini dihentikan sementara karena belum memiliki izin lengkap selain IUP.
“Jadi, untuk kegiatan PT MRP ini, mereka bahkan belum memiliki dokumen perizinan lengkap, selain IUP,” ungkap Hanif.
Persetujuan lingkungan kemungkinan besar tidak dapat diberikan karena lokasi tambang berada di kawasan hutan lindung dan menggunakan metode tambang terbuka.
Kementerian LHK berencana untuk kembali melakukan inspeksi ke lokasi tambang dalam waktu dekat. Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk melihat secara langsung tingkat kerusakan dan risiko lingkungan yang mungkin terjadi.
“Kami juga ingin mengetahui seberapa besar tingkat kerawanan dan pencemaran yang telah terjadi, dan langkah-langkah selanjutnya akan kami diskusikan lebih detail,” pungkas Hanif.
Penjelasan Menteri LHK ini berbeda dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada tanggal 5 Juni 2025.
Menurut Bahlil, hanya satu tambang yang masih beroperasi di Raja Ampat, yaitu PT Gag Nikel.
“Saat ini, hanya satu yang beroperasi, yaitu PT Gag Nikel, yang dimiliki oleh Antam, sebuah BUMN,” ujar Bahlil di Jakarta.
PT Gag Nikel awalnya dimiliki oleh pihak asing pada tahun 1997–1998. Setelah dihentikan, pengelolaan kemudian dialihkan ke negara dan diberikan kepada PT Antam, dan dijalankan oleh anak perusahaannya, PT Gag Nikel.
Menteri ESDM juga telah menghentikan sementara seluruh operasi tambang nikel di Raja Ampat karena kekhawatiran mengenai potensi kerusakan lingkungan.