Tambang Raja Ampat: Pemerintah Harus Tindak Tegas!

Admin

20/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Muhammad Haris, anggota Komisi XII DPR, mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang melanggar aturan terkait penambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Terutama, Haris menekankan pentingnya penindakan terhadap perusahaan tambang yang terbukti menyebabkan kerusakan pada ekosistem yang berharga.

"Raja Ampat adalah warisan ekologis dunia yang tak ternilai. Kerusakan akibat aktivitas tambang adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah konstitusi dan masa depan lingkungan Indonesia. Pemerintah tak boleh menunda untuk menindak tegas para pelaku," tegas Haris dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/6/2025).

Pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup (LH), memiliki tanggung jawab untuk melakukan investigasi mendalam terkait dugaan kerusakan ekosistem Raja Ampat akibat penambangan nikel.

Investigasi tersebut harus fokus pada kegiatan di luar izin lingkungan yang berlaku, pembukaan kawasan hutan tanpa izin yang sah, serta pencemaran pesisir yang disebabkan oleh sedimentasi tambang.

"Aktivitas tambang di pulau-pulau kecil seperti ini jelas-jelas melanggar UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta bertentangan dengan Putusan MK No. 35/PUU-XXI/2023. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga pelanggaran moral terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan," imbuh Haris.

Lebih lanjut, Haris menyoroti urgensi pengembangan alternatif ekonomi berkelanjutan, seperti ekowisata berbasis masyarakat, serta penguatan peran hukum adat dalam menjaga kelestarian alam Raja Ampat.

"Keunikan ekosistem Raja Ampat tidak dapat digantikan. Tidak ada alasan yang dapat membenarkan eksploitasi yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, namun mengorbankan keberlangsungan hayati dan mata pencaharian masyarakat pesisir," tandas Haris.

Pemerintah Akan Menjerat dengan Hukum Pidana

Seperti yang telah diberitakan, aktivitas penambangan nikel di Pulau Kawei, Raja Ampat, dinilai telah melampaui batas yang ditetapkan, dan pemerintah berkomitmen untuk membawa kasus pelanggaran ini ke ranah pidana.

"Dengan adanya pelanggaran yang teridentifikasi, tentu saja ada potensi penerapan penegakan hukum pidana lingkungan hidup terkait pelaksanaan kegiatan yang melebihi batas yang telah diizinkan oleh pemerintah," jelas Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, saat konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta, Minggu (8/6/2025).

Operator penambangan nikel di Pulau Kawei adalah PT Kawei Sejahtera Mining, atau PT KSM. Izin operasional perusahaan ini diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat pada periode sebelumnya.

"Saat dilakukan pengawasan lapangan, PT KSM terpantau masih melakukan kegiatan operasional di lapangan," ungkap Hanif.

Pulau Kawei, sebuah pulau kecil dengan luas sekitar 4.561 hektare yang terletak di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, memiliki area lahan terbuka seluas 89,29 hektare. Pulau ini berstatus sebagai kawasan hutan produksi.

Diketahui bahwa perusahaan tersebut telah membuka lahan melebihi batas yang ditetapkan dalam Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Terdapat sekitar 5 hektare lahan yang dibuka di luar area yang diizinkan.

"PT KSM telah melakukan kegiatan pembukaan lahan pada tahun 2023 dan memulai operasional penambangan bijih nikel pada tahun 2004," pungkas Hanif, seperti dilansir Liputanku.