Pemain bulu tangkis legendaris, Tan Joe Hok (Hendra Kartanegara), telah berpulang pada hari Senin, 2 Juni 2025, di Jakarta. Jenazahnya dikremasi pada hari Kamis, 5 Juni 2025.
Jasa terbesarnya tak lain adalah membuka jalan kemenangan bagi Indonesia saat pertama kali tampil di panggung olahraga dunia.
Bersama tim Indonesia, Tan Joe Hok berhasil merebut Piala Thomas untuk pertama kalinya pada tahun 1958, sebuah pencapaian yang kemudian dipertahankan pada tahun 1961 dan 1964.
Beliau menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil menjuarai All England pada tahun 1959. Tak hanya itu, Tan Joe Hok juga menyumbangkan medali emas Asian Games 1962 bagi Indonesia, setelah mengalahkan Teh Kew San di partai final.
Pada tahun 1984, ia dipercaya melatih tim Indonesia yang sukses merebut kembali Piala Thomas di Malaysia.
WESHLEY HUTAGALUNG/BOLASPOT.COM Tan Joe Hok (kiri) bersama Sekjen PP PBSI Achmad Budiharto dalam acara makan malam di markas PD Djarum, Kudus, Jawa Tengah (6/9/2018). Bersama atlet Indonesia lainnya, ia membawa bulu tangkis bukan sekadar olahraga, tapi menjadi identitas dan kebanggaan bangsa.
Memang, masa-masa awal itu tidaklah mudah, apalagi dengan keterbatasan perlengkapan yang ada.
Menjelang Thomas Cup 1958 di Singapura, tim harus terlebih dahulu memenangkan pertandingan melawan Selandia Baru dan Australia.
Perjalanan menuju Selandia Baru memakan waktu hampir seharian dengan pesawat bermesin baling-baling, tanpa didampingi seorang pun pelatih.
Di Australia, bahkan tidak ada kesempatan untuk berlatih sebelum bertanding, lantaran keterbatasan dana untuk menyewa lapangan.
Keberangkatan ke Singapura pun dilakukan dengan menaiki beca dari penginapan di jalan Gunung Sahari menuju bandara Kemayoran, tanpa ada seorang pun yang mengantar.
Salah satu pemain, Ferry Sonneville, yang kala itu sedang menempuh studi di Belanda, membutuhkan bantuan dana untuk bisa kembali ke Indonesia. Majalah Star Weekly kemudian menggalang dana dari para pembacanya untuk membelikan tiket Amsterdam-Jakarta.
Di lapangan, mereka tampil dengan mengenakan kaos merek “777” yang disablon dengan lambang Garuda di bagian depannya.
Namun, mereka berhasil keluar sebagai juara. Setelah pertandingan di Singapura, mereka tinggal selama tiga hari, tetapi tidak membeli apa pun karena keterbatasan dana. Setibanya di bandara Kemayoran, mereka disambut oleh lautan manusia dan diarak dengan mobil terbuka.
Di luar lapangan, Tan Joe Hok melanjutkan pendidikannya di Baylor University, Amerika Serikat, dengan mendalami bidang kimia dan biologi.
Namun, kecintaannya pada Tanah Air tidak pernah luntur. Ia kembali ke Indonesia, mengabdikan diri melalui pelatihan, pembinaan, serta sumbangsih pemikiran untuk regenerasi atlet muda.
Sempat pula menjajal karier di luar negeri sebagai pelatih bulu tangkis di Meksiko dan Hong Kong, sebelum akhirnya kembali ke Tanah Air dan menjadi pelatih di PB Djarum pada tahun 1982.
Bahkan di usia senjanya, semangatnya tidak pernah padam. Beliau hadir sebagai penutur sejarah dan sumber inspirasi bagi generasi penerus.
Salah satu inisiatifnya adalah pembentukan Komunitas Bulutangkis Indonesia pada tanggal 8 Mei 2004.
Selain memberikan perhatian pada kesejahteraan para atlet bulu tangkis di masa tuanya, perkumpulan ini juga berupaya mengatasi berbagai persoalan lain yang pernah terjadi sebelumnya.
Contohnya, ketika pemain bulu tangkis Hendrawan membutuhkan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) saat hendak mengurus paspor dan visa untuk berangkat bertanding dalam Thomas Cup 2002 di Ghuangzou, China.
Mereka pun menulis surat kepada Presiden saat itu, Megawati Soekarnoputri, sehingga permasalahan tersebut dapat segera diselesaikan.
Pahlawan nasional
Pada tahun 1964, tim Indonesia kembali berhasil mempertahankan Piala Thomas untuk ketiga kalinya di Tokyo, usai menaklukkan Denmark dalam pertandingan dramatis dengan skor 5-4.
Presiden Sukarno, saat menyambut tim di Istana Negara pada tanggal 28 Mei 1964, menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya.
"Inilah Saudara-saudara, kekagumanku kepada mereka bahwa mereka benar-benar 'dedicate' mereka punja life untuk mengagungkan nama Indonesia, dedicate mereka punja life untuk mengabdi kepada Tuhan.… Mereka dengan itu semuanja boleh dikatakan Pahlawan Indonesia. Terima kasih Pahlawan Indonesia!”
Salah seorang pemain, Tan Joe Hok, menerima Bintang Jasa Nararya dari pemerintah Indonesia pada tanggal 28 Mei 1964.
Tan Joe Hok juga menerima penghargaan Lifetime Achievement Award in Sport dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat pada tanggal 12 November 2021.
Ketua Umum KONI Pusat, Marciano Norman, mengatakan bahwa penghargaan tersebut diberikan atas prestasi besar Tan Joe Hok yang terus memotivasi atlet-atlet Indonesia untuk meraih prestasi.
"Yang dulu di masa sulit pun, Indonesia sudah berjaya,” ungkapnya.
Namun, menurut pandangan saya, Tan Joe Hok sangat layak untuk memperoleh gelar Pahlawan Nasional. Beliau telah berjasa besar bagi nusa dan bangsa, menunjukkan sikap keteladanan dalam tugasnya, dan berkarya sepanjang hidup.
Sejak pengangkatan pertama pada tahun 1959 hingga saat ini, telah ada 2006 pahlawan nasional. Di antara mereka, terdapat seorang warga Tionghoa yang diangkat pada tahun 2009, yaitu John Lie.
Ia berjuang pada masa revolusi kemerdekaan dengan menggunakan kapal kecilnya untuk menembus blokade Belanda hingga mencapai semenanjung Malaya dan Thailand, lalu menukar hasil bumi dari Sumatera dengan senjata untuk para pejuang Indonesia.
Namun, hingga saat ini belum ada pahlawan nasional dari bidang olahraga, termasuk dari cabang bulu tangkis, padahal telah banyak mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.