Gurun Taklimakan, yang merupakan gurun terbesar di China, kini tampak jauh lebih hijau. Tentu, pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana mereka mencapai keberhasilan ini? Mari kita telusuri penjelasan singkatnya.
Pada tahun 1978, China mencanangkan program penghijauan ambisius berskala global, yang dikenal sebagai Program Hutan Sabuk Penampungan Tiga Utara, dengan tujuan mengatasi masalah penggurunan. Program ini dijadwalkan rampung pada tahun 2050.
Awalnya, proyek ini bertujuan untuk menahan dampak ekstrem iklim gurun melalui penanaman pohon. Kemudian, pada tahun 2023, China mengusulkan transformasi program ini menjadi Green Great Wall atau Tembok Hijau Besar.
Selama 46 tahun terakhir, upaya perluasan wilayah penghijauan terus dilakukan. Wilayah penghijauan yang tercakup dalam program ini diproyeksikan akan meliputi lebih dari 4 juta km persegi di 13 lokasi pada tahun 2050.
Taklimakan sendiri merupakan gurun pasir terapung terbesar kedua di dunia, dengan luas mencapai 337.600 km persegi dan keliling sepanjang 3.046 km.
Gurun ini menjadi ancaman nyata bagi keseimbangan lingkungan ekologi di sekitarnya. Selama bertahun-tahun, Taklimakan telah menimbun jalan, mengganggu aliran sungai, dan merusak lahan pertanian. Beberapa bukit pasir bahkan bergerak merambah oasis dengan kecepatan dua hingga tiga meter per tahun.
Namun, sejak program penghijauan dimulai, gurun ini secara bertahap dikelilingi oleh sabuk hijau. Hingga akhir tahun 2023, bentangan sabuk sepanjang 2.761 km telah menghubungkan oasis-oasis yang tersebar di Xinjiang, menyisakan bagian yang paling menantang untuk diselesaikan.
Upaya pengendalian penggurunan di tepi Gurun Taklimakan menjadi tantangan berat, yang mendorong berbagai daerah untuk mencoba metode-metode inovatif. Contohnya, di Kabupaten Minfeng, Prefektur Hotan, Xinjiang, buldoser digunakan untuk meratakan tanah, diikuti dengan pemasangan pita irigasi tetes dan penanaman tanaman seperti tamariska.
Setelah perencanaan matang oleh para ahli kehutanan Xinjiang, penghalang pasir tegak dengan ketinggian lebih dari satu meter didirikan. Hal ini secara efektif menghalangi angin dan pasir.
Luo Aike, Wakil Direktur Biro Kehutanan dan Padang Rumput Prefektur Hotan, menjelaskan bahwa kombinasi fotovoltaik dan pertanian menawarkan model baru untuk pengendalian dan fiksasi pasir di Hotan. Pendekatan ini menghasilkan listrik, mengurangi kecepatan angin, dan mendukung pertumbuhan tanaman yang tahan kekeringan secara bersamaan.
Selain itu, robot cerdas juga dikembangkan untuk menanam bibit di padang pasir. Robot-robot ini menjelajahi padang pasir sesuai rute yang telah diprogram, melakukan tugas-tugas seperti menggali lubang dan menanam bibit. Ini jelas jauh lebih efisien dibandingkan penanaman manual.
Panel Surya Arab Saudi
Selain China, Arab Saudi juga melakukan upaya penanaman di gurun. Pada tahun 2022, para ilmuwan di Arab Saudi berhasil menciptakan teknologi canggih yang mampu menarik uap air dari udara dalam jumlah yang cukup untuk menumbuhkan tanaman, sekaligus menghasilkan listrik.
Para peneliti mengungkapkan bahwa teknologi ini dapat berfungsi di berbagai lingkungan, termasuk gurun. Teknologi ini juga menawarkan solusi berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan air bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan kering.
Mereka menjelaskan bahwa metode yang digunakan berfokus pada pemanfaatan hidrogel penyerap air di bawah panel surya fotovoltaik. Hal ini membantu mendinginkan panel dan meningkatkan efisiensinya.
"Sebagian kecil populasi dunia masih kesulitan mendapatkan akses air bersih atau energi hijau, dan banyak dari mereka tinggal di daerah pedesaan dengan iklim kering atau semi-kering," ujar penulis senior Peng Wang, profesor ilmu lingkungan dan teknik di King Abdullah University of Science and Technology (KAUST), seperti dilansir Liputanku dari Indpendent, Senin (9/6/2025).
Dirinya menambahkan, desain yang dikembangkan pihaknya memanfaatkan energi bersih yang sebelumnya terbuang untuk menghasilkan air dari udara. Menurut Wang, solusi ini ideal untuk pertanian skala kecil yang terdesentralisasi di daerah terpencil seperti gurun dan pulau-pulau di lautan.
Sistem ini terdiri dari panel surya fotovoltaik yang ditempatkan di atas lapisan hidrogel. Di bagian atas panel, dipasangkan kotak logam besar yang berfungsi mengembunkan dan menampung air.
"Tujuan kami adalah menciptakan sistem terpadu yang menggabungkan energi bersih, air, dan produksi pangan. Bagian penciptaan air dalam desain kami inilah yang membedakan kami dari agrophotovoltaics yang ada saat ini," kata Profesor Wang.