MasterV, Jakarta – Ketua Amirul Hajj yang juga menjabat sebagai Menteri Agama, Bapak Nasaruddin Umar, memberikan tanggapan terkait keputusan otoritas Arab Saudi yang menunda penyelenggaraan tanazul massal pada tahun ini. Keputusan ini secara langsung memengaruhi pembatalan program tanazul yang telah dipersiapkan oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.
“Bapak Menteri Urusan Haji (Arab Saudi) memperkirakan bahwa lebih dari 30 ribu jemaah akan melakukan tanazul secara bersamaan. Jika semua negara melakukan hal serupa, dikhawatirkan akan terjadi kepadatan lalu lintas dan potensi kekacauan. Oleh karena itu, langkah ini diambil untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Bapak Nasaruddin saat mengunjungi KKHI di Makkah, Selasa (3/6/2025).
Menteri Agama meyakinkan bahwa keputusan yang diambil oleh pemerintah Arab Saudi adalah yang terbaik bagi kepentingan jemaah haji Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa saat jemaah haji melakukan tanazul, jemaah dari negara lain, seperti India dan Pakistan, juga akan berupaya mengejar waktu yang dianggap paling utama untuk melaksanakan lempar jumrah. Mengingat kondisi fisik jemaah dari negara lain yang umumnya lebih besar, ada kekhawatiran bahwa jemaah Indonesia akan terdesak dan mengalami situasi yang tidak aman.
“Oleh karena itu, pemerintah Saudi Arabia memutuskan pada tengah malam untuk meniadakan tanazul dan menginstruksikan jemaah untuk tetap berada di tenda. Setelah kami analisis lebih lanjut, ternyata isu ini juga menjadi perhatian internasional, mengingat banyak negara yang berencana untuk melakukan tanazul,” tambahnya.
Pemerintah Arab Saudi, lanjut beliau, sedang mempertimbangkan kemungkinan pelaksanaan program tersebut di tahun-tahun mendatang, seiring dengan evaluasi yang akan dilakukan.
Dengan dibatalkannya tanazul, jemaah haji diimbau untuk melakukan mabit di tenda selama melaksanakan lempar jumrah di Jamarat. Beliau meyakinkan bahwa jemaah haji yang tetap melakukan tanazul akan tetap mendapatkan pelayanan yang baik di tenda, karena fasilitas mereka tetap tersedia meskipun sebelumnya mereka tidak diarahkan untuk menginap di sana.
“Seandainya ada jemaah yang sudah melakukan tanazul, hanya kuota makanan mereka yang dialihkan ke hotel. Namun, kasur mereka tetap ada di tenda. Jadi, bukan berarti ketika 30 ribu sekian jemaah melakukan tanazul, kuota kasur mereka otomatis hilang. Kasur tetap tersedia,” tegasnya.
Dengan adanya perubahan rencana ini, pihaknya akan melakukan penyesuaian dalam pengaturan pengiriman konsumsi ke tenda. Makanan tidak lagi dikirimkan ke hotel, melainkan langsung ke tenda. “Hal ini akan kami koordinasikan lebih lanjut dengan pihak syarikat. Jadi, masih ada banyak alternatif yang bisa diambil,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah telah merencanakan 95 kloter, yang mencakup sekitar 37 ribu jemaah haji, untuk mengikuti program tanazul. Mereka adalah jemaah haji yang menginap di hotel di kawasan Syisyah dan Raudhoh, karena lokasinya masih termasuk dalam kawasan Mina dan relatif mudah dijangkau dengan berjalan kaki oleh jemaah haji.
Fase puncak haji 1446 H akan dimulai pada hari Rabu, 4 Juni 2025, yang ditandai dengan pemberangkatan jemaah haji Indonesia dari Makkah ke Arafah secara bertahap. PPIH Arab Saudi, syarikah penyedia layanan jemaah haji Indonesia, dan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi sepakat bahwa pemberangkatan jemaah akan dilaksanakan berdasarkan syarikah, markaz, dan hotel tempat jemaah menginap.
Kesepakatan ini juga diperkuat dalam kesimpulan Rapat Kerja Tim Pengawas Haji Republik Indonesia bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Penyelenggara Haji RI pada 2 Juni 2025.
“Pemberangkatan jemaah dilaksanakan berdasarkan syarikah, markaz, dan hotel tempat jemaah menginap. Apabila terdapat jemaah yang berbeda syarikah dan/atau markaz di satu hotel, maka syarikah bertanggung jawab untuk tetap memberangkatkan mereka tanpa membedakan asal syarikah,” jelasnya.
Terkait penggabungan pasangan jemaah yang terpisah, Bapak Muchlis menjelaskan bahwa pihaknya telah menerbitkan Edaran Nomor 059/PPIH-AS/5/2025 tanggal 17 Mei 2025. Edaran tersebut mengatur tentang kategori pasangan yang mencakup suami–istri, anak–orangtua, serta lansia/disabilitas dan pendampingnya.
Pada tahun ini, Indonesia bekerja sama dengan delapan syarikah untuk melayani jemaah haji selama di Armuzna, yang juga dikenal sebagai layanan Masyair dan termasuk dalam komponen biaya haji. Syarikah dan markaz akan melayani setiap individu jemaah haji berdasarkan data yang mereka miliki.
Kedelapan syarikat tersebut meliputi Al-Bait Guest yang melayani 35.977 jemaah, Rakeen Mashariq (35.090), Sana Mashariq (32.570), Rehlat & Manafea (34.802), Alrifadah (20.317), Rawaf Mina (17.636), MCDC (15.645), dan Rifad (11.283). Kehadiran delapan syarikah membuat pergerakan jemaah haji tahun ini menjadi lebih kompleks.
Salah satu tantangannya adalah posisi tenda markaz yang tidak berurutan. Bapak Harun menjelaskan bahwa perbedaan ini dapat menyebabkan jarak antar tenda menjadi tidak berdekatan.
“Kami selaku satuan operasi telah melakukan mitigasi dengan membentuk sektor-sektor adhoc untuk mempermudah pemantauan jemaah di tenda-tenda tersebut. Inilah yang kami rencanakan bersama satuan operasi di sini,” ujarnya.
Selain posisi tenda yang berjauhan, waktu mabit di Mina juga cukup lama, yaitu tiga hari empat malam. Untuk itu, pihaknya membuat pos-pos pantau untuk memantau jemaah yang melaksanakan jamarat di lantai 3 dan arah kembali ke tenda.