Dalih Lalai Eks Pejabat MA Timbun Rp 1 Triliun?

Admin

24/06/2025

4
Min Read

On This Post

Mantan pejabat tinggi di Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, kini berharap dapat terhindar dari ancaman hukuman 20 tahun penjara. Ironisnya, pembelaannya adalah kelalaian, padahal ia diduga telah mengumpulkan kekayaan fantastis hingga mencapai Rp 1 triliun, sebuah angka yang sangat kontras dengan laporan harta kekayaannya kepada KPK.

Pengakuan atas kelalaian tersebut diutarakan Zarof saat menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari Selasa, 10 Juni 2025. Dengan nada penyesalan, ia mengungkapkan kekhawatirannya akan menghabiskan masa pensiunnya di balik jeruji besi.

“Saya sangat menyesal, di usia saya yang sudah menginjak 63 tahun dan di masa pensiun ini, ketika seharusnya saya bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, justru saya berada di sini karena kelalaian saya,” ujar Zarof dengan nada prihatin.

Lantas, siapakah sebenarnya sosok Zarof ini, dan perkara apa yang menjeratnya hingga ke meja hijau?

Semuanya bermula dari putusan bebas yang diberikan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kepada Gregorius Ronald Tannur dalam kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti. Kecurigaan jaksa terhadap putusan ini memicu penyelidikan lebih lanjut, yang kemudian mengungkap adanya praktik transaksi ilegal di balik vonis tersebut.

Hakim-hakim yang terlibat dalam putusan bebas tersebut akhirnya turut terseret. Pengacara, bahkan ibu dari Ronald Tannur, tak luput dari penangkapan. Kemudian, muncul nama Zarof Ricar, yang pada saat itu diduga kuat berperan sebagai makelar kasus di balik putusan kontroversial tersebut.

Zarof sendiri adalah seorang mantan pejabat Mahkamah Agung (MA). Ia pernah menduduki jabatan sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, setara dengan eselon II a, dari tanggal 30 Agustus 2006 hingga 1 September 2014.

Selanjutnya, karier Zarof mengalami peningkatan signifikan pada periode Oktober 2014 hingga Juli 2017. Ia dipercaya menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI, masih dengan tingkatan eselon II a.

Sebelum memasuki masa pensiun, Zarof menduduki posisi strategis sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, sebuah jabatan eselon I a, dari Agustus 2017 hingga 1 Februari 2022. Setelah itu, ia resmi pensiun dari jabatannya.

Selain itu, Zarof juga dikenal dengan julukan ‘makelar kasus’, sebuah sebutan yang mencuat ketika namanya terseret dalam kasus suap terhadap majelis hakim yang memberikan putusan bebas kepada Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera. Pada Oktober 2024, Zarof ditangkap oleh Kejagung di Jimbaran, Bali.

Setelah penangkapan Zarof, Kejagung terus berupaya mengungkap lebih dalam peran yang dimainkan oleh Zarof. Hingga akhirnya, pada bulan yang sama, tidak lama setelah penangkapan, jaksa melakukan penggeledahan di kediaman Zarof.

Dalam penggeledahan tersebut, jaksa berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kg. Jika ditotal, nilai uang dan emas yang ditemukan di kediaman Zarof tersebut mencapai lebih dari Rp 1 triliun.

Perhitungan ini didasarkan pada konversi harga emas pada saat itu, yaitu Rp 1.692.000 per gram. Dengan demikian, nilai 51 kg emas tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp 86,2 miliar.

Temuan fantastis ini sontak membuat jaksa yang melakukan penggeledahan terkejut bukan main. Bahkan, ada di antara mereka yang hampir pingsan melihat jumlah harta Zarof yang begitu besar.

“Anak buah kami hampir pingsan saat menemukan uang sebanyak itu tergeletak di lantai pada saat itu,” ungkap Jampidsus Febrie Adriansyah saat rapat dengan Komisi III DPR di kompleks Senayan, Jakarta (20/5/2025).

Meskipun memiliki harta yang sangat besar, Zarof diketahui tidak pernah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Zarof juga tidak melaporkan adanya dugaan penerimaan gratifikasi selama menjabat sebagai pejabat di MA.

Dalam persidangan yang berlangsung pada Maret 2025, terungkap bahwa Zarof hanya melaporkan penerimaan gratifikasi sebanyak satu kali. Itupun, yang ia laporkan hanyalah penerimaan karangan bunga senilai Rp 35,5 juta saat pernikahan putranya.

“Di dalam BAP saksi, pada poin 14, disebutkan adanya gratifikasi yang diterima oleh Saudara Zarof Ricar pada periode tahun 2018 berupa karangan bunga senilai Rp 35.500.000 yang diberikan oleh tamu undangan pada acara pernikahan putra Zarof Ricar, yaitu Ronny Bara Pratama dengan Nydia Astari pada tanggal 30 Maret 2018 di Hotel Bidakara Jakarta. Apakah ini berdasarkan hasil analisis?” tanya jaksa.

“Analisis-analisis yang ada di Direktorat Gratifikasi pada waktu itu,” jawab Indira Malik saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Zarof, Senin (14/4).

Selama periode 2012-2022, Zarof tercatat tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi. Padahal, harta senilai lebih dari Rp 1 triliun tersebut tersimpan rapi di rumahnya.