MasterV, Jakarta – Seorang pensiunan aparatur sipil negara (ASN) menjadi korban penipuan yang sangat merugikan setelah mengikuti instruksi dari nomor tidak dikenal yang mengaku sebagai petugas Taspen.
Dana pensiun senilai ratusan juta rupiah yang tersimpan di rekeningnya, lenyap tak berbekas akibat aksi kejahatan terorganisir ini.
Menurut Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, korban awalnya menerima pesan WhatsApp dari nomor asing yang mengklaim sebagai petugas resmi dari Taspen. Lebih meyakinkan lagi, pelaku menyebutkan nama lengkap korban, menciptakan ilusi komunikasi yang terpercaya.
“Pelaku mengirimkan sebuah aplikasi berformat APK kepada korban. Karena kepercayaan yang tinggi, korban mengikuti semua instruksi pelaku, termasuk mengisi data pada formulir, melakukan pemindaian sidik jari, mengambil foto dan video *selfie*, serta mentransfer sejumlah dana untuk biaya materai sebesar Rp10.000,” jelasnya dalam konferensi pers pada hari Kamis (5/6/2025).
Menindaklanjuti kasus ini, pihak kepolisian telah berhasil mengamankan dua tersangka dengan inisial EC (28) dan IP (35). Sementara itu, seorang tersangka lainnya, AN, kini berstatus sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Penangkapan terhadap tersangka EC dilakukan di Ciputat, Tangerang Selatan, sementara tersangka IT diamankan di Subang, Jawa Barat. AN telah ditetapkan sebagai DPO dan surat DPO telah diterbitkan. Pelaku berusia 29 tahun, berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa, dan saat ini berada di luar negeri, tepatnya di Kamboja,” ungkapnya.
AKBP Reonald mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap segala bentuk komunikasi digital yang mencurigakan.
“Jika ada pihak yang mengaku sebagai petugas melalui WA, mengirimkan tautan atau meminta mengunduh aplikasi, hal tersebut patut dicurigai. Jangan pernah memberikan kode OTP kepada siapapun,” tegasnya.
Dalam perkara ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 6 Juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 48 Juncto Pasal 32 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Kasubdit 4 Ditressiber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Eko Simbolon, menambahkan bahwa jaringan ini beroperasi dengan sangat terorganisir.
EC berperan sebagai administrator *scammer* yang mendaftarkan nomor-nomor WhatsApp palsu menggunakan kartu SIM baru, kemudian mengirimkannya kepada pelaku utama yang berada di Kamboja.
“Dari tersangka EC, diamankan sejumlah besar barang bukti berupa kartu SIM baru yang digunakan untuk membuat akun WhatsApp oleh pelaku di Kamboja, yang kemudian digunakan untuk melakukan penipuan terhadap korban-korban di Indonesia,” tuturnya.
Sementara itu, IP bertindak sebagai bendahara yang bertugas membayar para pekerja *scam* dan menerjemahkan komunikasi untuk atasannya yang merupakan warga negara asing di Kamboja.
“Pekerja yang melakukan *scam* adalah warga negara Indonesia yang bekerja di Kamboja, dan pelaku IP membantu menerjemahkan komunikasi tersebut. Dari pelaku IP, kami menyita barang bukti berupa telepon genggam dan sejumlah dokumen elektronik yang berisi data-data korban yang pernah menjadi target kelompok sindikat penipuan di Kamboja,” jelasnya.
Herman juga menambahkan bahwa terdapat tersangka lain berinisial AN, yang juga menjadi buron di Kamboja, yang berperan sebagai perekrut WNI yang berminat bekerja sebagai *scammer*.
“Inisial AN adalah WNI yang saat ini juga berada di Kamboja. Perannya adalah merekrut WNI yang ingin bekerja di Kamboja, dan tersangka AN juga memberikan perintah kepada IP untuk melakukan pembayaran kepada para pekerja yang telah direkrut,” paparnya.
Ia menjelaskan bahwa target para pelaku rata-rata adalah pensiunan PNS berusia di atas 60 tahun. Hal ini memudahkan pelaku untuk memanipulasi korban agar dapat mengakses telepon genggam atau informasi yang terdapat di dalamnya.
Dia menguraikan bahwa modus operandi pelaku dimulai dengan menyapa korban. Saat itu, pelaku mengaku sebagai petugas dengan mencatut nama PT Taspen Persero.
“Di sini kami akan melakukan konfirmasi terkait data ibu/bapak yang berada di sistem kami. Kami ingin melakukan *crosscheck* kembali apakah data yang ada sudah diperbarui agar pencairan tunjangan pensiun ibu/bapak tidak bermasalah di kemudian hari. Kalimat inilah yang sering disampaikan kepada korban,” jelasnya.
“Kemudian, pelaku juga akan menanyakan apakah nomor ibu atau bapak saat ini terhubung dengan Whatsapp. Jika benar, mereka akan mengirimkan data yang ada di sistem kami berupa data PDF yang berisi identitas korban dan juga melampirkan tautan yang akan mengarahkan korban untuk mengunduh aplikasi Taspen palsu yang digunakan oleh pelaku,” lanjutnya.
Tidak lama kemudian, pelaku mengirimkan *file* PDF yang diklaim berisi data pribadi korban, lengkap dengan tautan unduhan aplikasi pembaruan data. Tanpa curiga, korban mengikuti arahan tersebut dan mengunduh aplikasi yang ternyata merupakan *file* APK palsu yang menyerupai aplikasi resmi Taspen.
“Setelah PDF tersebut diunduh oleh korban, pelaku juga akan mengatakan, ‘Sekarang ibu saya minta untuk melakukan *video call*’ dengan tujuan verifikasi wajah dan tidak boleh diwakilkan oleh orang lain,” ujarnya.
Korban kemudian diarahkan untuk melakukan *video call*. Di sinilah tipu daya pelaku semakin terencana.
Melalui panggilan video, pelaku meminta korban untuk membagikan layar dan melarang korban untuk mengunci telepon genggam atau mematikan layar selama proses berlangsung. Pelaku juga menginstruksikan agar korban mengizinkan aplikasi palsu tersebut mengakses semua fitur di telepon genggam.
“Setelah aplikasi Taspen tersebut diunduh, pelaku juga mengarahkan agar korban masuk ke pengaturan telepon genggam untuk mengizinkan aplikasi Taspen tersebut mengakses semua fitur yang ada di dalam telepon genggam,” terangnya.
Tidak berhenti di situ, korban kemudian diminta membuat nama pengguna dan kata sandi untuk masuk ke aplikasi, dan disarankan agar menggunakan kombinasi yang biasa digunakan agar mudah diingat.
“Di situlah biasanya korban dengan spontan akan membuat nama pengguna dan kata sandi yang biasa mereka gunakan, karena mayoritas korban adalah pensiunan yang sudah lanjut usia,” ungkapnya.
Beberapa saat setelah *video call* berakhir, telepon genggam korban mulai menampilkan notifikasi yang mencurigakan. Setelah diperiksa, ternyata telah terjadi transaksi di dua rekening milik korban. Total kerugian korban mencapai Rp 304 juta.
“Setelah korban mengisi semua data yang diperintahkan, korban menerima notifikasi bahwa telah terjadi beberapa transaksi transfer pada rekening salah satu bank BUMN dan salah satu bank swasta milik korban dengan jumlah keseluruhan total kerugian Rp 304 juta,” ujarnya.
Pihak PT Taspen menyatakan keprihatinannya. Corsec PT Taspen, Hendra, mengatakan bahwa pihaknya selalu menindaklanjuti laporan dari para peserta pensiun dan bekerja sama dengan Bareskrim, Kominfo, dan BSSN.
“Kami selalu mengedukasi para peserta kami, pensiunan dan ASN, melalui TVC, *flyer*, dan sosialisasi di media cetak. Kami juga memiliki kampanye ‘Tahan Itu’ untuk memastikan agar tidak terburu-buru dalam menerima informasi, selalu menghubungi kanal resmi kami untuk memastikan informasi tersebut benar, dan melaporkan apabila terjadi informasi yang tidak benar,” tandasnya.