iPad Tom Lembong Disita: Pembelaan Kasus Korupsi Gula?

Admin

10/06/2025

3
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015—2016, menyatakan bahwa iPad dan laptop yang disita dari kamarnya di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, digunakan untuk menyusun pleidoi atau nota pembelaan.

Tom Lembong, yang saat ini berstatus terdakwa dalam kasus dugaan korupsi importasi gula, menjelaskan bahwa nota pembelaannya terdiri dari puluhan halaman. Menurutnya, hal ini membuatnya tidak mungkin jika harus ditulis tangan.

"Namun, ini adalah tanggung jawab saya, dan saya akan mematuhi ketentuan serta keputusan dari pihak yang berwenang," ujar Tom Lembong setelah mengikuti persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada Senin (2/6), seperti dilansir oleh Antara.

Untuk sementara waktu, ia mengaku sedang menyusun nota pembelaannya dengan menulis menggunakan pena di atas kertas.

Selain digunakan untuk menyusun pleidoi, Tom Lembong menambahkan bahwa iPad dan laptop tersebut juga digunakan untuk membaca berkas penyidikan yang sangat tebal, mencapai ribuan halaman.

Meskipun demikian, Tom Lembong tetap merasa keberatan atas penyitaan kedua barang elektronik miliknya tersebut. Ia menilai bahwa dasar hukum dan kewenangan penyitaan tersebut tidak jelas.

Menurutnya, penyitaan barang di dalam rutan seharusnya bukan menjadi kewenangan jaksa penuntut umum, melainkan pejabat rutan.

"Dasar hukumnya tidak jelas, sebab kewenangan penyitaan bagi jaksa hanya berlaku pada tahap penyidikan, sementara tahap tersebut sudah selesai," tegasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita dua unit barang elektronik milik Tom Lembong di tengah masa persidangan, karena barang-barang tersebut dibawa masuk ke dalam kamar tahanan.

Kedua barang elektronik tersebut adalah sebuah tablet merek Apple jenis iPad Pro berwarna perak dan sebuah laptop merek Apple berwarna perak.

"Jaksa penuntut umum melihat bahwa perlengkapan alat elektronik ini bisa masuk ke kamar tahanan, padahal hal itu dilarang," jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, kepada awak media di Jakarta pada Jumat (23/5).

Harli menjelaskan bahwa terdakwa tidak diperbolehkan membawa barang-barang elektronik selama berada di dalam tahanan. Hal ini sangat dilarang, terutama jika barang elektronik tersebut berkaitan dengan perkara yang sedang disidangkan.

"Elektronik diperbolehkan, tetapi yang sifatnya statis dan berada di luar kamar tahanan. Namun, dalam kasus ini, barang elektronik bisa masuk ke dalam," terang Harli.

Selain karena melanggar ketentuan di rumah tahanan, Harli juga mengatakan bahwa jaksa menduga barang elektronik tersebut memiliki keterkaitan dengan kasus importasi gula yang menjerat Tom Lembong.

Dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015—2016, Tom Lembong didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar. Kerugian tersebut disebabkan oleh penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan pada rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada para pihak tersebut diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih. Padahal, Tom Lembong mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena mereka adalah perusahaan gula rafinasi.

Tom Lembong juga disebut tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula. Sebaliknya, ia menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

Atas tindakan tersebut, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.