JAKARTA, MasterV – Tommy (35), seorang karyawan swasta yang berdomisili di Tangerang, kini menghadapi babak baru dalam perjalanan finansialnya setelah periode cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga tetap yang dimilikinya telah usai.
Ia memulai KPR-nya pada tahun 2019 silam dengan memanfaatkan skema bunga flat yang berlaku selama lima tahun.
Namun, per Januari 2025, sistem cicilannya bertransformasi menjadi sistem *floating* dengan konsekuensi bunga yang lebih tinggi.
Tak ayal, peningkatan suku bunga ini secara langsung memengaruhi stabilitas keuangan rumah tangganya.
Tommy mengungkapkan bahwa dirinya sempat menimbang-nimbang opsi membeli rumah baru langsung dari pengembang.
Akan tetapi, setelah melakukan survei dan pertimbangan matang, ia lebih memilih rumah *second* karena faktor harga dan lokasi yang dinilai lebih ideal.
“Ternyata, harganya lebih sesuai dengan anggaran saya dan lokasinya juga sangat strategis,” ungkap Tommy saat berbincang dengan MasterV pada hari Jumat (30/5/2025).
Setelah berhasil menemukan rumah yang diidamkan, Tommy memutuskan untuk memilih bank yang menawarkan program bunga *flat* selama lima tahun dengan suku bunga sebesar 8 persen. Jangka waktu (tenor) cicilannya sendiri adalah 20 tahun.
“Saya memilih yang 5 tahun karena saya optimis gaji saya akan mengalami peningkatan di masa mendatang,” jelasnya.
Selama masa berlakunya bunga tetap, cicilan per bulan yang harus ia bayarkan berkisar di angka Rp 2,6 juta.
Namun, begitu memasuki sistem bunga *floating*, suku bunga langsung melonjak tajam menjadi 13,5 persen. Akibatnya, cicilannya pun terkerek naik menjadi sekitar Rp 3,4 juta per bulan.
Tommy, yang telah berkeluarga dan memiliki seorang anak berusia lima tahun, mengaku telah mempersiapkan diri untuk menghadapi lonjakan cicilan ini dengan berupaya mencari sumber penghasilan tambahan.
"Jadi, sebelum kenaikan itu terjadi, saya sudah mengambil langkah antisipatif untuk mencari penghasilan tambahan agar tetap dapat memenuhi kebutuhan keluarga," tuturnya.
Meskipun cicilan tersebut masih mampu ia bayar, Tommy menyadari bahwa potensi kenaikan bunga di masa depan dapat semakin membebani kondisi keuangannya.
Oleh karena itu, ia mulai mempertimbangkan opsi pelunasan sebagian (partial payment) jika kelak memiliki dana lebih.
Ia juga membuka kemungkinan untuk berpindah ke bank lain yang menawarkan suku bunga yang lebih kompetitif. Namun, ia mengakui bahwa proses ini cukup rumit dan membutuhkan biaya tambahan.
"Kalau memang belum ada dananya, ya, saya hanya bisa mengikuti alur yang ada. Rencananya, jika ada rezeki lebih, saya akan mencoba pindah ke bank lain yang menawarkan bunga yang lebih ringan," ujarnya.
"Dan saya juga sudah melihat ada teman yang sering berpindah-pindah bank seperti itu, tetapi kekurangannya adalah kita harus siap direpotkan dengan berbagai urusan administrasinya," imbuh Tommy.
Meskipun saat ini harus menghadapi cicilan yang membengkak, Tommy tetap berpendapat bahwa keputusan untuk mengambil KPR adalah langkah yang tepat demi menjamin masa depan keluarganya.
“Kalau saya masih lajang, mungkin saya tidak akan terburu-buru mengambil KPR. Tetapi, ini memang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, itulah mengapa saya memutuskan untuk mengambil KPR,” pungkasnya.