Tarif Trump Dibatalkan: Peluang Emas bagi RI?

Admin

04/06/2025

3
Min Read

MasterV – Keputusan yang mengejutkan datang dari Pengadilan Perdagangan Internasional Amerika Serikat (AS), yang secara efektif membatalkan sebagian besar kebijakan tarif impor yang sebelumnya diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.

Keputusan ini, lebih dari sekadar kemunduran bagi strategi ekonomi kampanye Trump, menghadirkan kesempatan emas bagi negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia, untuk memperkokoh kedudukannya dalam arena perdagangan global.

Panel yang terdiri dari tiga hakim berpendapat bahwa Trump telah melampaui batas wewenangnya ketika menggunakan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) untuk menerapkan tarif yang bersifat menyeluruh.

Seharusnya, undang-undang tersebut ditujukan untuk mengatasi situasi darurat nasional yang luar biasa, bukan sebagai instrumen dalam negosiasi perdagangan.

“Penggunaan semacam itu tidak diizinkan bukan karena tidak bijaksana atau tidak efektif, tetapi karena undang-undang federal tidak memberikan izin untuk itu,” demikian pernyataan hakim dalam dokumen putusan yang dipublikasikan pada hari Rabu (28/5/2025) waktu setempat, seperti yang dilansir dari Reuters.

Implikasi Langsung terhadap Strategi Global Trump

Keputusan ini secara langsung menginstruksikan pemerintahan Trump untuk menghentikan secara permanen seluruh kebijakan tarif menyeluruh yang telah diberlakukan sejak Januari 2025, termasuk tarif dasar sebesar 10 persen terhadap impor dari hampir seluruh negara.

Akan tetapi, tarif untuk sektor-sektor tertentu, misalnya baja dan aluminium, tidak ikut dibatalkan karena didasarkan pada undang-undang yang berbeda.

Pemerintahan Trump segera mengajukan banding atas putusan tersebut, namun ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan sudah terlanjur meningkat.

Para analis dari Goldman Sachs menyatakan bahwa keputusan ini berpotensi menggoyahkan posisi tawar Trump dalam negosiasi dengan mitra dagang utama, seperti Uni Eropa dan Tiongkok.

Sementara itu, pasar keuangan memberikan respons yang positif. Nilai Dolar AS mengalami penguatan terhadap Euro dan Yen, sementara indeks saham Wall Street serta pasar Asia turut mengalami kenaikan.

Peluang bagi Indonesia: Saat yang Tepat untuk Memperkuat Posisi

Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, berpendapat bahwa momen ini adalah peluang langka yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam peta perdagangan global.

"Selama ini, Trump menggunakan tarif sebagai alat diplomasi yang bersifat koersif. Dengan pembatalan tarif ini, tekanan tersebut menjadi lebih ringan. Indonesia memiliki kesempatan untuk menghitung ulang seluruh tawaran dagang kepada AS," ungkapnya saat dihubungi Liputanku, Kamis (29/5/2025).

Menurutnya, keputusan ini juga membuka pintu bagi reformasi internal. Indonesia perlu segera mempercepat reformasi regulasi perdagangan dan investasi, memperkuat daya saing ekspor, serta mengembangkan strategi diversifikasi pasar.

"Tanpa adanya langkah korektif di dalam negeri, peluang ini hanya akan berlalu begitu saja sebagai angin segar yang tidak sempat dimanfaatkan," tambahnya.

Syafruddin juga menyoroti pola diplomasi Trump yang dinilai transaksional, seperti permintaan pesawat pribadi kepada Presiden Afrika Selatan. Ia mengingatkan agar Indonesia tetap waspada dan tidak menjadi korban kepentingan politik negara-negara besar.

“Inilah saat yang tepat untuk menegosiasikan kembali posisi strategis Indonesia, bukan sebagai pasar pasif, melainkan sebagai mitra sejajar yang berani melindungi kepentingan nasional,” tegasnya.

Latar Belakang Gugatan

Keputusan pengadilan ini bermula dari dua gugatan hukum, salah satunya diajukan oleh lima bisnis kecil di AS yang mengimpor barang dari negara-negara yang dikenakan tarif. Mereka berpendapat bahwa kebijakan tersebut merusak kemampuan mereka untuk menjalankan bisnis.

Jaksa Agung Oregon, Dan Rayfield, yang memimpin gugatan dari 12 negara bagian AS, menyebut tarif Trump sebagai "ilegal, sembrono, dan merusak perekonomian."

Trump sempat mengklaim defisit perdagangan sebagai alasan keadaan darurat nasional dan memberlakukan tarif sebesar 10 persen terhadap seluruh impor, serta tarif yang lebih tinggi untuk negara-negara dengan defisit besar terhadap AS, terutama Tiongkok.

Jika putusan ini tetap berlaku hingga Mahkamah Agung, maka akan mengakhiri penggunaan tarif sebagai senjata diplomasi cepat oleh presiden AS, dan menciptakan lanskap baru yang lebih terbuka bagi negosiasi global yang setara.