UMKM Merugi: Makanan & Fesyen Paling Terdampak?

Admin

09/06/2025

3
Min Read

On This Post

Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menyoroti adanya penurunan penjualan yang signifikan di sektor makanan dan fesyen, dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, penurunan ini erat kaitannya dengan melemahnya daya beli masyarakat serta implementasi kebijakan efisiensi oleh pemerintah.

Edy menjelaskan bahwa penurunan omzet UMKM sebenarnya telah berlangsung sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Belum sempat membaik, kondisi ini semakin tertekan dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Edy memperkirakan penurunan omzet mencapai kisaran 20 hingga 25%.

“Kebijakan efisiensi yang diambil oleh Pemerintah Pak Prabowo ini berdampak besar, membuat banyak pihak khawatir, bahkan hotel-hotel pun menjadi lebih sepi. Dulu, sering ada pertemuan dan pesanan besar, sekarang hal itu tidak terjadi lagi. Jadi, memang ada penurunan. Katakanlah sekitar 20-25%,” ujar Edy kepada detikcom, Senin (2/6/2025).

Edy juga menambahkan bahwa para pelaku UMKM telah berupaya mengikuti perkembangan zaman dengan memasarkan produk mereka melalui berbagai platform e-commerce. Namun, upaya ini dinilai belum mampu secara signifikan meningkatkan omzet penjualan karena permintaan yang terus menurun.

Edy mengakui bahwa hampir semua lini bisnis UMKM mengalami penurunan. Meskipun demikian, sektor makanan dan fesyen menjadi sektor yang paling merasakan dampaknya.

“Hampir semua sektor mengalami penurunan. Fesyen sudah pasti turun, kuliner juga mengalami hal serupa. Jadi, semua aspek bisnis mengalami penurunan,” tambahnya.

Menurut Edy, ada beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah untuk kembali menghidupkan sektor UMKM. Pertama, pemerintah perlu merealisasikan janji untuk mengalokasikan 40% anggaran APBN serta APBD kepada UMKM.

Hal ini sebenarnya telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Namun, Edy menilai bahwa kebijakan ini belum dirasakan secara optimal oleh para pelaku UMKM.

“40% belanja pemerintah ini kan sesuai dengan peraturan yang sudah dikeluarkan, seharusnya diberlakukan. Kami tidak meminta uang gratis. Kami hanya meminta agar peraturan yang memang sudah ada untuk UMKM, yaitu belanja negara 40%, itu diberlakukan sebagaimana mestinya,” tegas Edy.

Selain itu, proses pemberian modal melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga dinilai masih sering mengalami penolakan. Oleh karena itu, Edy berharap agar penyaluran KUR dapat dipermudah lagi.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, mengungkapkan bahwa penurunan omzet UMKM rata-rata mencapai hampir 50%.

“Ya, penurunannya sangat besar. Misalnya, jika pendapatan omzetnya Rp 100 ribu, mereka sekarang hanya bisa mendapatkan Rp 30 ribu,” kata Hermawati kepada detikcom.

Sektor yang paling terkena dampak adalah sektor makanan serta kuliner. Menurut Hermawati, hal ini disebabkan oleh banyaknya produk impor yang masuk ke pasar dalam negeri.

“Makanan kemasan. Kalau di mall, restoran nusantara itu hanya sedikit dibandingkan dengan produk dan restoran Eropa atau Asia lainnya. Itu sudah terlihat jelas. Hal ini sangat memengaruhi sektor kuliner,” jelas Hermawati.

Kemudian, di sektor fesyen, Hermawati menilai bahwa produk-produk impor ilegal semakin marak ditemukan di sektor tekstil. Bahkan, ia sempat menemukan adanya penjualan baju dengan harga Rp 10-25 ribu.

“Kalau mau mencari di Shopee atau di Tokopedia atau di Bukalapak, kita sudah tahu itu produk impor. Tidak mungkin baju dijual dengan harga Rp 10 ribu. Saya sering mencari baju bayi dan menemukan harga hanya Rp 10 ribu Rp 15 ribu,” ungkap Hermawati.