MasterV, Jakarta – Tahun ini, Pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk tidak menerbitkan visa haji non-kuota, atau yang lebih dikenal dengan visa haji furoda, bagi calon jemaah dari seluruh dunia. Kebijakan ini langsung berdampak signifikan di Indonesia, di mana lebih dari 2.000 calon jemaah yang telah mendaftar melalui jalur visa furoda terpaksa gagal berangkat ke Tanah Suci.
Keputusan ini tentu saja memicu beragam respons dari berbagai pihak di Indonesia, termasuk Ketua DPR RI, Puan Maharani. Beliau menegaskan bahwa DPR akan turut serta dalam mengawal permasalahan ini hingga tuntas.
"Mengenai haji furoda, perlu diingat bahwa hal tersebut sepenuhnya merupakan hak prerogatif dari Kerajaan Arab Saudi," ujar Puan dalam keterangannya, Rabu 4 Juni 2025.
Puan juga menyatakan komitmen DPR untuk terus mendorong peningkatan mutu penyelenggaraan ibadah haji, dengan fokus utama pada keberpihakan kepada para jemaah.
"Kami akan meminta Komisi terkait, yaitu Komisi VIII DPR, untuk mengawal persoalan ini secara seksama. Kami ingin memastikan bahwa semua pihak mendapatkan perlindungan yang semestinya, baik itu para jemaah maupun pengusaha travel yang mengalami kerugian," jelasnya lebih lanjut.
Di sisi lain, Maman Imanul Haq, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), turut menyampaikan keprihatinannya mendalam atas situasi yang dialami oleh para calon jemaah haji furoda. Ia mendesak pemerintah untuk aktif turun tangan dalam mengawal proses pengembalian dana kepada para jemaah yang telah melakukan pembayaran melalui penyelenggara travel.
“Kami merasa prihatin mendalam atas nasib para calon jemaah haji visa furoda yang terpaksa gagal berangkat karena visa tidak diterbitkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Perlu dicatat bahwa situasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia. Pemerintah wajib hadir untuk mengawal proses pengembalian dana yang telah dibayarkan oleh para jemaah kepada biro atau travel haji,” ungkap Maman dalam keterangannya, Rabu 4 Juni 2025.
Berikut ini adalah rangkuman sejumlah respons dari berbagai pihak terkait kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang tidak menerbitkan visa haji non-kuota atau visa furoda, yang dihimpun oleh Tim News Liputanku:
Bungsu Sumawijaya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), memberikan tanggapan terkait situasi visa haji non-kuota, termasuk visa Haji Furoda, yang pada tahun ini tidak diterbitkan oleh Kerajaan Arab Saudi.
"Ini bukan penolakan visa. Pemerintah Arab Saudi pada tahun ini memang tidak menerbitkan Visa Furoda. Akibatnya, jamaah tidak dapat menunaikan ibadah haji pada tahun ini," kata Bungsu kepada Liputanku, Selasa 3 Juni 2025.
Ia menegaskan bahwa para jemaah yang mendaftar haji Furoda tidak mendaftar ke AMPHURI, melainkan ke Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), di mana sebagian di antaranya memang merupakan anggota AMPHURI.
"Perlu diluruskan, jamaah tidak mendaftar haji Furoda kepada AMPHURI, karena AMPHURI adalah asosiasi, bukan PIHK. Jamaah mendaftar ke PIHK, yang mana beberapa di antaranya adalah anggota AMPHURI," jelasnya.
Lebih lanjut, Bungsu mengimbau kepada pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk terus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai perbedaan antara visa Furoda dengan haji kuota reguler maupun khusus. Visa ini bersifat undangan dan sangat terbatas ketersediaannya, sehingga selalu memiliki risiko untuk tidak diterbitkan setiap tahunnya.
"Jamaah harus benar-benar memahami bahwa Visa Haji Furoda itu berbeda dengan Haji Kuota. Visa Furoda memiliki risiko tidak didapatkan karena ketersediaannya sangat terbatas," ujarnya menekankan.
Sementara itu, Hidayat Nur Wahid (HNW), Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, mendorong agar ada aturan khusus yang mengatur mengenai haji furoda dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Usulan tersebut merupakan respons terhadap tidak diterbitkannya visa furoda bagi jemaah Indonesia.
"Kami akan berupaya untuk membuat regulasi yang tidak memberatkan semua pihak, namun tetap memberikan keleluasaan bagi jemaah untuk berangkat jika memang ada kesempatan,” ujar HNW kepada wartawan, Selasa 3 Juni 2025.
Meskipun termasuk dalam kategori haji non-kuota, HNW mengingatkan bahwa haji furoda tetap memerlukan regulasi yang jelas untuk mengatur, sehingga tercipta kepastian bagi jemaah mengenai kemungkinan keberangkatan mereka.
"Ada usulan untuk memasukkan hal ini ke dalam regulasi, sehingga mereka tetap memiliki kepastian tentang mendapatkannya dan tidak menimbulkan kerugian-kerugian di kemudian hari," katanya menambahkan.
Selain itu, PKS juga mengusulkan batas maksimal kuota haji khusus (ONH Plus) sebesar 8 persen dari total kuota haji nasional.
"Jadi, kuota reguler sebesar 92 persen, sedangkan usulan PKS untuk kuota khusus maksimal 8 persen. Tidak boleh lebih dari itu, karena daftar tunggu terbanyak sebenarnya ada di kuota reguler. Jika ONH Plus melebihi 8 persen, maka akan memunculkan ketidakadilan," pungkasnya.
Abdul Fikri Faqih, Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, menyampaikan bahwa revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU Haji) penting untuk segera disahkan demi menjamin perlindungan hak para jemaah haji.
"Undang-Undangnya (Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah) harus mengutamakan perlindungan bagi mereka, karena mereka adalah warga negara Indonesia yang hak-haknya wajib dijamin," kata pria yang akrab disapa Fikri itu, seperti dilansir Antara.
Pernyataan tersebut dia sampaikan sekaligus sebagai tanggapan terhadap persoalan kegagalan calon jemaah haji Indonesia yang menggunakan visa furoda untuk berangkat ke Tanah Suci.
Menurut Fikri, yang juga merupakan anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi keagamaan, negara tidak dapat lepas tangan dan harus hadir untuk memberikan perlindungan, meskipun visa tersebut bersifat *business to business* antara perusahaan travel dengan pihak di Arab Saudi.
"Faktanya, visa furoda atau undangan (mujamalah) ini memang ada dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Meskipun secara formal tidak dikelola oleh pemerintah, negara tetap memiliki kewajiban untuk hadir dan memastikan adanya perlindungan hukum bagi para jemaah," ujarnya menjelaskan.
Di sisi lain, Maman Imanul Haq, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kembali mendesak pemerintah untuk mengawal proses pengembalian dana yang telah disetorkan oleh para calon jemaah kepada pihak travel penyelenggara.
“Kami prihatin atas nasib calon jemaah haji visa furoda yang gagal berangkat karena visa tidak diterbitkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Pemerintah harus hadir mengawal proses pengembalian dana yang sudah dibayarkan para jemaah kepada biro atau travel haji,” ujar Maman, dalam keterangannya, Rabu (4/6/2025).
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU), pemerintah hanya bertanggung jawab atas jemaah haji dengan kuota resmi, yaitu 98 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
“Meskipun visa furoda bukan bagian dari tanggung jawab pemerintah, masyarakat tetap membutuhkan pengawasan dan perlindungan hukum sebagai konsumen. Mereka berhak atas pengembalian dana yang telah dibayarkan,” tegasnya.
Maman meminta agar biro travel bertanggung jawab penuh dalam memastikan pengembalian dana kepada seluruh calon jemaah yang gagal berangkat.
“Kami memahami bahwa beberapa biaya mungkin sudah dikeluarkan untuk keperluan akomodasi dan transportasi. Namun, pengembalian dana, khususnya yang terkait dengan pembelian visa, harus tetap dilakukan,” ujarnya menekankan.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, juga turut memberikan tanggapan terkait ribuan calon jemaah haji furoda yang gagal berangkat ke Tanah Suci karena visanya tidak diterbitkan. Puan memastikan bahwa DPR akan ikut mengawal persoalan tersebut.
"Mengenai haji furoda, perlu diingat bahwa hal tersebut sepenuhnya merupakan hak prerogatif dari Kerajaan Arab Saudi," kata Puan dalam keterangannya, Rabu (4/6/2025).
Puan menyatakan bahwa DPR berkomitmen untuk memastikan penyelenggaraan ibadah haji semakin berkualitas dan berpihak pada para jemaah.
Sementara itu, kepada seluruh jemaah haji Indonesia yang saat ini berada di Tanah Suci, Puan berpesan untuk senantiasa waspada, menjaga kesehatan dengan baik, serta beribadah dengan aman dan nyaman.
“Semoga seluruh jemaah haji Indonesia dapat menjalani puncak ibadah haji dengan khusyuk, sehat, dan aman. Kami mendoakan agar semua ibadah diterima oleh Allah SWT dan para jemaah kembali ke tanah air dalam keadaan mabrur dan selamat," pungkas Puan dengan penuh harap.