Gelar Pahlawan Soeharto: Pro-Kontra & Aspirasi Masyarakat

Admin

30/05/2025

2
Min Read

On This Post

“`html

Wakil Ketua DPD RI, Bapak Yorrys Raweyai, memberikan tanggapannya terkait polemik yang muncul sehubungan dengan usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Beliau berpendapat bahwa usulan ini sudah pasti akan menimbulkan berbagai reaksi, baik yang mendukung maupun yang menentang.

"Pemerintah tentu memiliki mekanisme tersendiri. Mereka akan mempertimbangkan berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat, serta menggunakan parameter yang telah ditetapkan. Kita tunggu saja bagaimana hasil akhir dari pemerintah nanti," ujar Bapak Yorrys di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Selasa, 27 Mei 2025.

Bapak Yorrys menegaskan keyakinannya bahwa pemerintah akan secara seksama mendengarkan aspirasi masyarakat. Menurut pandangannya, perbedaan pendapat dalam sebuah usulan adalah hal yang lazim.

"Pemerintah pasti akan menampung seluruh aspirasi yang ada. Dalam sistem demokrasi, jika semua orang hanya menyetujui, itu namanya komunis. Harus ada pro dan kontra. Bahkan, hingga saat ini, isu ijazah saja masih belum tuntas, bukan?" tuturnya.

Sebelumnya, sejumlah aktivis dari berbagai gerakan tahun 1998 mengadakan diskusi untuk mengenang peristiwa Reformasi. Salah satu topik utama yang dibahas adalah wacana pemberian gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Diskusi ini mengusung tema 'Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?'. Acara tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 Mei, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan.

Salah seorang perwakilan aktivis 98, Bapak Mustar Bonaventura, menjelaskan bahwa wacana pemberian gelar pahlawan kepada mantan presiden Soeharto menjadi pusat perhatian. Beliau menyatakan bahwa para aktivis 98 sepakat untuk menolak wacana tersebut.

"Ini bukan sekadar perkumpulan biasa, melainkan sebuah peringatan. Kami berpendapat bahwa wacana atau ide untuk menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto jelas kami tolak dengan tegas," kata Bapak Mustar.

Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa para aktivis 98 menolak wacana tersebut karena dianggap bertentangan dengan amanat reformasi. "Kami sangat keberatan karena hal ini jauh menyimpang dari nilai-nilai yang kami perjuangkan saat reformasi 98 dulu," imbuh Bapak Mustar.

“`