BEKASI, MasterV – Tri Adhianto, Wali Kota Bekasi, menyatakan komitmennya untuk menyediakan bantuan hukum bagi keluarga seorang siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Pondok Gede yang malangnya menjadi korban perundungan oleh empat rekan sekelasnya.
Sebagai tambahan, beliau juga menginstruksikan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi untuk segera turun tangan memberikan pendampingan serta edukasi yang dibutuhkan bagi korban.
“Saya sudah meminta KPAD untuk memberikan pendampingan dan edukasi. Pendampingan hukum juga telah kami tawarkan kepada keluarga korban,” tegas Tri kepada MasterV, Sabtu (7/6/2025).
Tri menekankan bahwa pemulihan psikologis korban adalah prioritas utama yang tidak dapat diabaikan. Beliau menyampaikan bahwa tim psikolog akan diterjunkan untuk mendampingi baik korban maupun pelaku, dengan tujuan menghilangkan trauma dan membangun kembali rasa percaya diri yang mungkin telah hilang.
“Pendampingan psikologis akan kami berikan kepada korban dan pelaku agar dapat menumbuhkan kembali rasa percaya diri dan menghilangkan trauma yang ada,” jelasnya lebih lanjut.
Menurutnya, pemulihan mental ini bukanlah proses yang instan, terutama mengingat usia korban yang masih di bawah umur dan rentan.
Tri memperkirakan bahwa proses ini akan memerlukan lebih dari 15 sesi pertemuan yang terstruktur.
Kronologi Kejadian
Kasus ini berawal pada hari Jumat, 16 Mei 2025, ketika seorang siswa SDN di Pondok Gede diduga kuat menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh empat temannya di dalam sebuah ruang kelas.
Korban, yang masih berusia 10 tahun, menderita luka fisik yang cukup signifikan, termasuk memar di beberapa bagian tubuh dan pergeseran tulang di bagian pundaknya.
“Pinggangnya memar biru, pahanya juga memar. Hasil diagnosis dokter menunjukkan adanya pergeseran tulang di pundaknya akibat pukulan,” ungkap ibu korban, yang dikenal dengan inisial A, saat dikonfirmasi oleh Liputanku.
A menceritakan bahwa peristiwa ini bermula ketika ia meminta anaknya untuk menghindari teman-teman yang sering melakukan pemalakan.
Keesokan harinya, korban menolak ajakan dari keempat temannya untuk bertemu, yang kemudian memicu kemarahan mereka.
Salah seorang pelaku langsung melakukan penamparan terhadap korban. Dalam kondisi ketakutan yang luar biasa, korban kemudian dibawa ke sebuah ruang kelas di lantai atas sekolah, di mana dua pelaku bertugas mengunci pintu sementara dua pelaku lainnya melakukan aksi kekerasan.
“Ada dua orang yang memukul di kelas itu,” tutur A dengan nada sedih.
Mediasi dan Kekecewaan
Setelah insiden tersebut, pihak sekolah segera memfasilitasi mediasi antara keluarga korban dan keluarga pelaku.
Dalam mediasi tersebut, tercapai kesepakatan bahwa kasus ini akan diselesaikan secara kekeluargaan, dan pihak keluarga pelaku berjanji untuk menanggung seluruh biaya pengobatan yang diperlukan oleh korban.
Namun, A mengungkapkan kekecewaannya karena hingga saat ini janji tersebut belum sepenuhnya direalisasikan.
“Belum terbayar sekitar Rp400.000–Rp500.000 dan itu belum termasuk biaya ortopedi,” keluhnya.
Ia sangat berharap agar pihak keluarga pelaku dapat menunjukkan tanggung jawab penuh atas kejadian yang menimpa anaknya, terutama dalam hal menanggung seluruh biaya pengobatan yang dibutuhkan.
“Ini hanya perlu terapi agar tulangnya itu kembali ke posisi semula karena dia masih kecil. Intinya, kami mengharapkan adanya tanggung jawab,” pungkasnya dengan nada penuh harap.