JAKARTA, MasterV – Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti, menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung selama kurang lebih enam jam terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan rumah bagi eks pejuang Timor-Timur di Kupang pada tahun 2022-2024.
Terpantau, Diana tiba di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung pada hari Rabu (4/6/2025), tepatnya pukul 09.04 WIB.
Namun demikian, keberadaannya tidak terpantau saat keluar melalui pintu depan Gedung Bundar Jampidsus.
Informasi mengenai keberangkatan Diana dari lokasi Kejaksaan Agung baru diperoleh dari keterangan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT), Ridwan Angsar.
Ridwan baru dapat memberikan keterangan kepada awak media sekitar pukul 20.20 WIB.
Sementara itu, proses permintaan keterangan terhadap Diana telah rampung sekitar pukul 15.00 WIB.
“Beliau (Diana) tiba pukul 09.00 WIB, dan proses pemeriksaan, permintaan keterangan, selesai pada pukul 15.00 WIB, sore hari,” jelas Ridwan, sebagaimana dikutip dari siaran langsung YouTube Kompas TV pada Rabu malam.
Ridwan menjelaskan bahwa selama berada di Kejaksaan Agung, Diana hanya dimintai keterangan terkait peristiwa yang terjadi beberapa tahun silam.
Status Diana saat ini masih sebagai pemberi keterangan, mengingat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan yang mendalam.
Tim penyelidik dari Kejati NTT memandang perlu meminta keterangan dari Diana karena yang bersangkutan menjabat sebagai Komisaris Utama dari Brantas Abipraya.
Brantas Abipraya, bersama dengan Nindya Karya dan Adhi Karya, mendapat amanah untuk melaksanakan pembangunan sebanyak 2.100 rumah yang diperuntukkan bagi mantan pejuang Timor-Timur.
Pada masa pelaksanaan program ini, pembangunan berada di bawah pengawasan ketat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Perlu diketahui bahwa pada saat bersamaan, Diana mengemban dua jabatan sekaligus, yaitu Dirjen Cipta Karya dan Komisaris Utama Brantas Abipraya.
Proyek strategis ini, yang didanai dari APBN, menelan anggaran hingga lebih dari Rp 400 miliar.
Ridwan memilih untuk tidak memberikan komentar mendalam terkait dugaan adanya indikasi tindak pidana.
Ia menegaskan bahwa tim penyelidik saat ini masih berfokus pada pengumpulan bukti-bukti yang kuat dan pemeriksaan fakta di lapangan secara menyeluruh.
“Saat ini, kami masih mengumpulkan keterangan untuk memastikan apakah terdapat peristiwa pidana atau tidak,” pungkas Ridwan.